KETIK, MALANG – Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Indonesia (Apersi) Korwil Malang Raya, Dony Ganantha, membeber sederet tantangan yang harus dihadapi para pengembang dalam menyediakan rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Menurutnya, hambatan tersebut muncul mulai dari proses perizinan hingga persoalan harga tanah yang terus merangkak naik.
Dony menyebut, persoalan perizinan menjadi kendala utama. Setiap daerah, sambungnya, memiliki kebijakan dan kecepatan layanan yang berbeda-beda.
“Perizinannya tidak sama. Masalah kecepatan dan kebijakannya tidak sama,” ujarnya, kala ditemui Ketik.com..
Selain itu, ketersediaan lahan juga menjadi tantangan besar. Banyak lahan yang disiapkan pengembang justru berbenturan dengan aturan tata ruang—terutama karena masuk dalam kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) atau lahan pertanian. Kondisi ini pada akhirnya memicu lonjakan harga tanah, yang turut memberatkan pengembang.
Menurut Dony, jika harga tanah terus naik tanpa intervensi pemerintah, kualitas rumah untuk MBR bisa menjadi korban. Karena itu, Apersi meminta pemerintah turun tangan, setidaknya dengan mengendalikan kondisi suplai material yang menjadi komponen penting pembangunan rumah bersubsidi.
“Kalau harga tanah tidak bisa dikendalikan, paling tidak pemerintah bisa mengendalikan suplai seperti semen khusus, besi khusus, dan bahan-bahan lain untuk mendukung rumah MBR,” jelasnya.
Dony menegaskan bahwa Apersi sudah menyampaikan aspirasi tersebut kepada pemerintah. Pemilik Podo Rukun Group ini berharap agar asa mereka tersebut mendapat respons positif agar penyediaan rumah layak bagi warga berpenghasilan rendah dapat terus berjalan.
