KETIK, SURABAYA – Runtuhnya bangunan 3 lantai Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo membuat pihak keluarga korban berharap proses hukum tetap berjalan. Hal ini disuarakan beberapa keluarga korban yang berharap polisi tetap melanjutkan proses hukum.
Salah satu keluarga korban Toharul Maulidi, Fauzi, warga asal Madura yang berdomisili di Depok, mengatakan bahwa pihak keluarga terpukul atas kejadian tersebut, anaknya menjadi korban dan selamat, sedangkan empat keponakannya meninggal dunia.
"Untuk keluarga pada saat ini sangat terpukul sekali. Kita sangat kehilangan sekali pada anak kami," katanya.
Ia mempertanyakan kondisi sebelum insiden ponpes Al-Khoziny ambruk, yakni kenapa masih ada aktivitas pengecoran di lantai atas, sementara di bawah ada santri yang sedang salat.
"Pada saat itu ada aktivitas ngecor di atas, dan di bawah ada yang salat. Nah, itu kan SOP-nya dari mana? saya tekankan kalau memang ada pelanggaran hukum di situ, ada kelalaian manusia, dia harus diproses, siapapun itu. Tidak memandang itu status sosial siapa, hukum harus ditegakkan," ujarnya.
Hingga saat ini, kata dia, keluarga belum menempuh langkah hukum secara langsung. Namun, ia berharap aparat penegak hukum segera menelusuri kasus tersebut tanpa menunggu seluruh proses identifikasi jenazah tuntas.
"Untuk sementara ini dulu. Kita harus bicarakan dengan keluarga. Tentunya aparat penegak hukum sudah ada reaktif untuk menelusuri itu. Untuk memeriksa pihak-pihak yang terlibat di sana," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menegaskan bahwa keluarga tidak ingin berspekulasi soal penyebab kejadian tanpa data yang valid, dan meminta agar semua informasi yang beredar tetap mengacu pada fakta lapangan.
“Kalau saya bicara, ya harus berdasarkan fakta. Jangan sampai ada bias,” tandasnya.
Sementara itu keluarga besar Mochamad Muhfi Alfian, Hamida Soetadji mengaku kecewa karena kiai ponpes Al Khoziny hingga hari ini tidak menemui wali santri.
"Hanya pengurus ponpes yang pasang badan, bukak Pak kiainya. Mereka juga tidak melakukan pendataan maupun penyempurnaan data tambahan," ucapnya
Wanita yang akrab disapa Mimied mengungkapkan bahwa manifes data santri harusnya sudah ada di database pengurus sejak santri baru masuk ke ponpes. "Namum kami tidak dibantu untuk penyempurnaannya data," ujarnya.
Mimied menyebut, Basarnas mencari sendiri data santri yang menjadi korban tragedi Al Khoziny. "Sementara data Basarnas yang diberikan kepada pengurus ponpes tidak sesuai atau tidak sinkron," ucapnya.
Mimied menceritakan, keluarganya termasuk korban sudah pindah tempat tinggal. Saat itu, korban masuk ke ponpes Al Khoziny itu sejak masih SMP.
"Kami sudah update data perpindahan alamat tempat tinggal dan sudah kita laporkan enam bulan yang lalu, tapi pengurus ponpes tidak pernah mengupdate data tersebut," ujarnya.
Makanya, lanjut Mimied, kemarin itu ada anggota Polsek yang datang ke alamat rumah lama yang berada di Jalan Mojo Surabaya, untuk mengkonfirmasi data yang belum terupdate itu.
"Padahal faktanya kami sudah pindah ke daerah Sedati, Sidoarjo. Dan update datanya sudah kita sampai kepada pengurus ponpes," ucapnya.
Mimied menyampaikan bahwa keluarganya berjuang sendiri termasuk mencari data, ada beberapa wali santri yang merasakan itu tapi tidak berani bersuara.
"Hanya pengurus ponpes yang menghubungi bapak korban Muhfi, bukan kiai intinya. Bahkan pengurus ponpes langsung melakukan pendekatan kepada wali santri dan mendoktrin. Sedangkan Pak kiai Inti masih takut bertemu dengan wali santri," ujarnya.
Mimied menyebut, indikasi kiai ponpes Al Khoziny takut bertemu wali santri adalah mereka sudah keliru dan mengakui ketika ada pengerjaan bangunan musala. "Masa dilantai atas masih pengecoran basah tapi dibawah digunakan untuk aktivitas salat," ucapnya.
"Pertanyaan seperti itu juga sudah pernah disampaikan orang tua korban Muhfi di grup WhatsApp wali santri dan tidak ada satu pun dari pengurus ponpes yang menjawab," imbuh Mimied.
Mimied mengatakan, pengurus ponpes dari awal sampai detik ini tidak ada yang mendampingi wali santri. Banyak dari wali santri yang mencari data tambahan untuk keperluan ante mortem dan post mortem.
"Data tambahan itu baru terjadi kemarin, harusnya hal tesebut dilakukan empat atau lima hari yang lalu. Data tambahan itu diperlukan untuk percepatan proses administrasi identifikasi," ujarnya.(*)