KETIK, SLEMAN – Kalurahan Banyuraden, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman, berhasil membuktikan kemajuan tata kelola pemerintahan di tingkat kalurahan dengan lolos ke babak regional Lomba desa/kelurahan tingkat Nasional.
Keberhasilan ini menjadi angin segar sekaligus mematahkan anggapan bahwa semua kalurahan di Sleman bermasalah, sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan (PMK) Sleman, Budi Pramono.
Mantan Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Sleman ini mengungkapkan, Kalurahan Banyuraden saat ini sedang didampingi intensif oleh Pemkab Sleman.
"Saat ini sebetulnya ada satu kalurahan, Banyuraden, yang cukup berprestasi. Bahkan sudah lolos di tingkat regional, dan besok Rabu, 29 Oktober 2025, akan dilakukan wawancara daring dengan Kementerian Dalam Negeri,” ujar Budi Pramono saat acara konferensi pers, Selasa, 28 Oktober 2025.
“Jika ini bisa lolos menjadi juara nasional, itu luar biasa. Artinya bisa membuktikan bahwa tidak semua kalurahan yang ada di Sleman itu memiliki masalah. Tetapi ada juga yang berprestasi," imbuhnya.
Lolosnya Banyuraden di bawah kepemimpinan Sudarisman dalam Lomba Desa/Kelurahan ini merupakan hasil seleksi ketat dari Evaluasi perkembangan Desa dan Kelurahan (EPDesKel) tahun 2025 yang diajukan untuk tahun 2026.
Budi berharap, Banyuraden dapat memecahkan rekor sebagai kalurahan pertama di Sleman yang menjuarai lomba desa tingkat nasional.
"Paling tidak ini menunjukkan bahwa proses perkembangan dalam tata kelola pemerintahan di desa sudah cukup baik. Reformasi birokrasi juga sudah cukup berjalan dengan baik," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Budi Pramono juga memaparkan bahwa Dinas PMK Sleman baru saja menyelesaikan penilaian lima nominator Lomba Kelurahan. Lomba ini mengusung tema "Ketahanan Pangan Nasional Dimulai dari Swasembada Pangan".
Hal ini sejalan dengan kebijakan nasional, khususnya Permendesa Nomor 2 Tahun 2024 dan Permendesa Nomor 3 Tahun 2025, yang menekankan alokasi minimal 20 persen dari Dana Desa untuk program ketahanan pangan.
"Alokasi 20% dari Dana Desa ini berkisar antara Rp200 juta hingga Rp500 juta per kalurahan. Angka yang cukup besar dan diupayakan untuk mendukung swasembada pangan dengan melibatkan Badan Usaha Milik Kalurahan (Bumkal) atau kelembagaan ekonomi masyarakat lainnya seperti Kelompok Wanita Tani (KWT)," jelasnya.
Pengoptimalan dana desa untuk ketahanan pangan ini juga diharapkan dapat menjadi rantai pasok dalam mendukung program nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG). Dengan perputaran ekonomi lokal, masyarakat dapat mengembangkan sektor pertanian, perikanan, dan peternakan yang pada gilirannya dapat menyuplai kebutuhan bahan pokok untuk MBG.
"Jika KWT menanam sayur-sayuran atau beternak ayam, meskipun skala kecil, jika dikalikan dengan banyaknya KWT, ini bisa diakumulasikan dan setidaknya mensuplai kebutuhan MBG. Peran Bumkal atau BumKalMa (Badan Usaha Milik Kalurahan Bersama) sangat dominan di sini," imbuhnya lagi.
Di Kabupaten Sleman, dari 86 kalurahan, sudah berdiri 77 Bumkal dan 10 BumKalMa. Sejumlah delapan di antaranya telah ikut mendirikan Sentra Produksi Bahan Gizi (SPBG). Capaian ini menjadi indikasi kuat bahwa kemandirian ekonomi dan tata kelola di tingkat kalurahan di Sleman terus menunjukkan perkembangan yang positif. (*)
