KETIK, SURABAYA – Tak banyak kisah kakak beradik yang bisa meraih prestasi internasional bersama-sama. Namun, itulah yang ditorehkan oleh dua bersaudara asal Surabaya, Jason Putera Hendrata dan Jovansyah Suryatama Hendrata.
Jason, siswa kelas 1 SMAN 5 Surabaya, bersama adiknya, Jovan, murid kelas 6 SD Bright Kiddie, sukses mengharumkan nama Indonesia di ajang International Mathematics Competition (IMC) di Singapura awal Agustus 2025 lalu.
Jason dan Jovan pulang membawa medali perunggu, sebuah pencapaian yang tak hanya membanggakan keluarga, tapi juga mengharumkan Surabaya di mata dunia.
Di usia yang masih belia, keduanya mampu membuktikan bahwa konsistensi belajar, dukungan keluarga, serta kecintaan terhadap matematika dapat membawa anak bangsa melangkah jauh hingga ke kancah internasional.
Sejak Kecil Sudah Suka Angka
Kecintaan Jason terhadap matematika sudah terlihat sejak ia masih di bangku sekolah dasar. Sifatnya yang tekun, sabar, dan suka meneliti membuatnya betah berjam-jam mengutak-atik soal-soal sulit.
"Awalnya suka matematika diinstruksikan sama ibu bahwa matematika itu permainan, Abang menekuni matematika dari kelas 3 SD," ungkapnya.
Sementara itu, Jovan punya gaya belajar berbeda. Ia dikenal lebih ekspresif, cepat memahami pola, dan gemar berkompetisi.
“Jovan sebenarnya nggak suka matematika, melihat Abang jadi jealous (cemburu) dari situ Jovan ikut matematik," kata Jovan.
Sejak kecil, Jason berbagi ilmu, keduanya sering terlihat duduk bersama di meja belajar rumah mereka.
Meski berbeda usia dan jenjang sekolah, Jason dan Jovan kerap bertukar soal, berdiskusi, bahkan sesekali berdebat tentang metode pembelajaran. Dari kebiasaan sederhana inilah lahir semangat kompetisi sehat di antara mereka.
Peran Penting Ibu
Di balik kesuksesan keduanya, ada peran besar sang ibu, dr. Vanda Y Nasution. Sebagai dokter, ia terbiasa membagi waktu kerjanya yang padat untuk tetap mendampingi anak. Ia tidak memaksakan target tertentu, melainkan berusaha memahami keinginan dan cara belajar masing-masing anak.
“Saya percaya setiap anak itu punya jalannya sendiri, dari kecil saya ikutkan kompetisi yaitu sains, matematik dan bahasa Inggris, jadi tugas saya hanya menyediakan ruang, memberi dorongan, dan menemani mereka kalau ada kompetisi. Saya tahu mereka mampu,” tutur Vanda.
Baginya, pendidikan bukan hanya soal prestasi, melainkan juga bagaimana anak-anak belajar menghargai proses.
"Bagaimanapun kompetisinya, tetap sekolah nomor 1, saya membiasakan anak-anak agar tidak menyombongkan diri tetap rendah hati," paparnya.
Tak heran jika Jason dan Jovan tumbuh dengan mental kuat, siap menghadapi tekanan lomba, sekaligus rendah hati atas setiap kemenangan.
Tantangan di Ajang Internasional
Ajang IMC di Singapura bukanlah kompetisi yang mudah. Peserta datang dari berbagai negara dengan latar belakang pendidikan yang kuat. Namun Jason dan Jovan tidak gentar. Mereka terbiasa menghadapi soal-soal olimpiade sejak masih di tingkat kota.
“Yang sulit itu memahami kata-kata logaritma internasional sama Indonesia berbeda, karena bahasa itu dipelajari setelah kelas 10, Jason barusan masuk (ke-SMA)," jelasnya.
Sementara itu, Jovan justru mengaku merasa lebih bersemangat karena ditemani kakaknya.
"Idola Jovan ya abang (Jason), kemarin yang paling sulit WMSC (kompetisi sebelumnya) mendapat banyak soal volume jadi belajar, yang IMC sekarang banyak soal volume jadi bisa ngerjain,” ucap bocah kelas 6 Bright Kiddie itu polos.
Kekompakan kakak beradik ini terbukti saat pengumuman hasil. Meski tidak meraih emas, medali perunggu yang mereka bawa pulang adalah simbol kerja keras, dukungan keluarga, dan semangat pantang menyerah.
Inspirasi bagi Generasi Muda
Kini, setelah sukses di IMC, Jason dan Jovan tidak berhenti belajar. Mereka sudah bersiap mengikuti kompetisi berikutnya, baik di dalam maupun luar negeri.
Sang ibu berharap anak-anaknya tetap rendah hati dan menjadikan pengalaman ini sebagai pijakan untuk mimpi yang lebih besar.
“Saya tidak menuntut mereka harus jadi apa, mereka ingin jadi astronot, saya dukung saja kemauannya mereka seperti apa. Yang penting mereka tetap berproses, terus belajar,” kata Vanda.
Kisah Jason dan Jovan adalah bukti bahwa usia bukanlah penghalang untuk berprestasi. Dukungan keluarga, terutama peran ibu yang sabar dan penuh kasih, menjadi fondasi kuat bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang.
Dan lewat perunggu di Singapura, kakak beradik ini telah mengukir sejarah kecil yang menjadi inspirasi besar bagi generasi muda Indonesia.
Sebagai penutup, dr. Vanda menyampaikan harapannya agar capaian Jason dan Jovan tidak hanya menjadi kebanggaan keluarga, tetapi juga mendapat perhatian dari pemerintah kota.
“Prestasi anak-anak Surabaya seperti Jason dan Jovan ini semoga bisa mendapat atensi dari Bapak Wali Kota (Eri Cahyadi). Bukan semata-mata untuk penghargaan pribadi, tetapi agar semakin banyak anak-anak Surabaya yang termotivasi berani bermimpi dan berprestasi sampai tingkat internasional,” pungkas Vanda. (*)