KETIK, MALANG – Jalan hidup memang tak mudah diterka. Dari calon guru menjadi teller di sebuah bank plat merah, dan akhirnya menangguk sukses sebagai penjual rujak buah.
Inilah kisah hidup Binti Nafiah yang penuh kejutan.
Mulanya, tak pernah terbersit sedikit pun dalam benak Binti untuk menjadi seorang pengusaha kuliner, apalagi berjualan rujak buah.
Seperti anak-anak pada umumnya, Binti punya cita-cita sederhana namun mulia: ia ingin menjadi seorang guru.
Usai menuntaskan pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang, perempuan kelahiran 1989 tersebut mengabdikan ilmunya dengan menjadi seorang pendidik.
"Delapan bulan saya ditempatkan di SMKN 1 Tanggul Jember. Waktu itu, saya mengajar pelajaran administrasi perkantoran," ucap Binti, kala ditemui Ketik.com, Jumat, 14 November 2025.
Kemudian, oleh dosennya, Binti diminta untuk mengajar di Gorontalo. Namun, permintaan ini juga sekaligus menjadi akhir kariernya di dunia kependidikan.
"Saya dilarang oleh orang tua untuk pergi ke sana," kenang Binti.
Gagal lanjut jadi guru, Binti banting setir. Pada 2012, ia bergabung ke Bank Jatim. Ia masuk melalui sebuah perusahaan alih daya (outsourcing).
"Saya sempat ditempatkan di sejumlah payment point Bank Jatim. Saya pernah ditugaskan di Klojen, Dinoyo, Blimbing, dan beberapa tempat lain. Pokoknya keliling," tuturnya.
Sembari menjalani tugas kesehariannya, Binti mencoba memperbaiki peruntungannya. Ia berusaha agar bisa menjadi pegawai tetap Bank Jatim.
"Kalau dihitung, sudah 13 kali saya ikut tes. Ya, hampir tiap tahun lah," ucap perempuan asal Malang ini.
"Namun, kesemuanya nggak lolos. Mungkin kalah dengan yang lebih muda. Untuk frontliner memang ada waktunya," ia menambahkan.
Akhirnya, pada tahun 2022, Binti mengambil keputusan besar. Ia memilih keluar dari perusahaan alih daya tersebut dan memulai usaha sendiri.
"Saya juga nggak tahu, tiba-tiba saja jualan rujak buah. Mungkin karena saya suka rujakan," kata Binti.
"Yang pasti, karena suka makan, terutama yang murah, enak, dan banyak, saya ingin menciptakan usaha seperti itu," sambungnya.
Mulai berjualan rujak, Binti tak langsung membuka warung. Ia memilih berjualan di kejuaraan-kejuaraan balap, yang kerap digelar di wilayah Malang.
"Berjualan di sana enak, karena para pengunjung dan pembalapnya suka jajan. Jadi ya cepat habis," tutur Binti.
"Namun, karena banyak protes, acara balap ini nggak diadakan lagi," ia menambahkan.
Setelah tak lagi berjualan di ajang balapan, Binti memilih untuk membuka warung. Sejak beberapa waktu lalu, ia berjualan di warungnya, yang berada di Jalan Perdana Kusuma, jalan utama kompleks perumahan terbesar di kawasan timur Kota Malang.
Di warungnya kini, usaha Binti kian maju. Rata-rata, omzet tiap hari warungnya mencapai Rp350 ribu, atau lebih dari Rp10 juta per bulan.
"Ya, kalau hari-hari cerah sekitar segituan. Namun, kalau hari hujan ya berkurang sedikit. Ya, namanya saja jualannya buah-buahan. Ketersediaan dan kualitasnya juga dipengaruhi cuaca," tuturnya.
Namun, bukan Binti namanya jika mudah menyerah. Ia memiliki sejumlah strategi untuk mengatasi kendala tersebut.
"Untuk buah, kita bisa pakai pengganti. Misalnya, sebagi pengganti mangga, kalau memang nggak ada, bisa pakai kedondong. Yang penting, jangan sampai pelanggan kecewa," kata Binti.
Binti menyebut, banyak keuntungan yang didapatnya usai memutuskan hijrah dan berjualan rujak buah. Selain pendapatan yang lebih besar daripada ketika bekerja di bank, ia punya lebih banyak waktu untuk keluarga.
"Alhamdulillah jadwalnya lebih leluasa sama anak," tegas ibu dua anak tersebut.
