Generasi 80-90an Merapat! Totok Tewel Bicara AI, Royalti dan Kebangkitan Musik Rock

26 Juli 2025 09:07 26 Jul 2025 09:07

Thumbnail Generasi 80-90an Merapat! Totok Tewel Bicara AI, Royalti dan Kebangkitan Musik Rock
Musisi rock Emmanuel Herry Hertoto alias Totok Tewel. (Foto: Dok Pribadi Totok)

KETIK, SURABAYA – Bagi anda Generasi Y atau bahkan Generasi X, tentu sudah tidak asing mendengar nama musisi rock Totok Tewel. Ya, pemilik nama lengkap Emmanuel Herry Hertoto tersebut tak bisa dipisahkan dari sejarah musik rock Indonesia di era 1980 hingga 1990-an.

Lahir pada 1 Januari 1958 di Malang, pria yang pernah menjadi gitaris grup legendaris seperti Elpamas, Swami, Dalbo, Sirkus Barock, dan Kantata Takwa ini mengawali karier di dunia musik dengan grup Elpamas dan Golden Wing.

Tak hanya berkarya di band-band ternama, Totok juga menjadi gitaris pendukung untuk sejumlah artis seperti Mel Shandy, Ikang Fawzi, Anggun C Sasmi hingga Metal Boyz. Bahkan, Totok terlibat juga sebagai arranger musik Perahu Retak Franky Sahilatua, juga Hengky Supit.

Prestasinya pun diakui melalui gelar "Gitaris Terbaik" di Festival Rock se-Indonesia versi Log Zhelebour tiga tahun berturut-turut (1984, 1985, 1986).

Berbicara soal potensi kebangkitan musik rock di Tanah Air, Totok Tewel mengaku tidak bisa memprediksi. Musik yang diremehkan malah bisa meledak, seperti lagu Madu dan Racun milik Bill & Brod malah booming dan meledak.

"Tapi untuk rock, apakah bisa booming lagi seperti era 80 hingga 90-an? Itu kembali ke selera pasar," ucap dia.

Setelah puluhan tahun mengukir nama di dunia musik rock Indonesia, Totok Tewel akhirnya mewujudkan obsesinya merilis album solo gitar instrumental bertajuk "Miberdhewen" (2018). Dalam bahasa Indonesia, judul ini berarti "Terbang Sendiri", suatu refleksi dari proses kreatifnya yang benar-benar independen.

Diproduksi oleh Pelampung Records, album ini menampilkan tujuh lagu yang sepenuhnya digarap sendiri oleh Totok, mulai dari komposisi, permainan gitar, bass, hingga drum. Uniknya, seluruh lagu sebenarnya telah diciptakan pada 2006-2007, tapi baru mengalami mastering ulang dan dirilis pada 19 April 2018.

Meski dikenal sebagai gitaris rock legendaris, Miberdhewen tidak sekadar menampilkan kecepatan dan teknik melengking khas genre tersebut. Totok menyelipkan harmoni kompleks, sentuhan musik etnik Nusantara, bahkan nuansa klasik, membuktikan kedalaman musikalitasnya.

"Ini adalah eksperimen sekaligus kepuasan batin. Saya ingin musik berbicara sendiri, tanpa perlu lirik," ujar Totok tentang karya yang digarapnya dengan kesabaran selama bertahun-tahun itu.

Album ini menjadi bukti bahwa kreativitas tak pernah lekang oleh waktu. Bagi penggemar musik instrumental atau mereka yang ingin menyelami sisi lain Totok Tewel di luar Swami dan Kantata Takwa, Miberdhewen layak didengarkan, sebagai sebuah perjalanan musikal yang personal sekaligus universal.

Bagi dia, esensi bermusik bukanlah kemewahan, tapi keikhlasan berbagi karya. Kini, di usianya yang tak lagi muda, Toto Tewel tetap diingat sebagai salah satu pilar musik rock Indonesia.

“Pesannya jelas, musik harus terus berkembang, tapi jangan lupakan akar dan nilai seninya,” tutur Totok Tewel.

 

Tentang Royalti dan AI

Merespon isu royalti yang ramai diperbincangkan, Totok bersikap bijak. Menurutnya, selama cover lagu tidak digunakan untuk kepentingan komersial besar, hal itu tak dipermasalahkan. Ia hanya mengingatkan pentingnya proteksi hak cipta bagi musisi.

Justru dia mendorong musisi muda untuk memanfaatkan teknologi, termasuk Artificial Intelligence (AI).

"Akan sangat rugi bila musisi muda tidak memanfaatkan kemajuan teknologi. Dengan AI, proses kreatif bisa lebih mudah, asalkan digunakan dengan bijak," tuturnya.

Sementara itu, tentang isu riders daftar permintaan artis yang sebelum manggung menjadi sorotan, jawabannya justru mengejutkan karena tidak perlu mewah-mewah.

"Saya nggak neko-neko. Dijemput ojek online pun nggak masalah. Makanan? Yang penting ada nasi hangat," ujarnya sambil tertawa. (*)

Tombol Google News

Tags:

Rock Musisi totok tewel