KETIK, SURABAYA – Fraksi PKB DPRD Provinsi Jatim saat menyampaikan pemandangan umum di Raperda Perubahan Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana, menyoroti masih rendahnya tingkat kesadaran pemerintah kabupaten/kota terhadap masalah penanganan kebencanaan, di Rapat Paripurna DPRD Jatim, Senin 13 Oktober 2025.
“Padahal, keberhasilan penanggulangan bencana di tingkat provinsi sangat ditentukan oleh kesiapan dan sinergi dengan kabupaten/kota,” kata juru bicara Fraksi PKB, Siti Mukiyarti.
Menurutnya, Indikator Kinerja Utama (IKU) kebencanaan bersifat agregat dari 38 kabupaten/kota, sehingga lemahnya kesiapan di satu daerah akan berdampak langsung pada kinerja di provinsi secara keseluruhan.
Ia mengurai rendahnya kesadaran tampak pada dua hal utama, pertama, BPBD di tingkat kabupaten/kota belum sepenuhnya diposisikan sebagai perangkat daerah strategis, baik dari sisi peran kelembagaan maupun kualitas sumber daya manusia.
Wakil rakyat di Fraksi PKB tersebut memandang masih banyak pemerintah kabupaten/kota yang menempatkan personel berkapasitas rendah di BPBD.
"Ini mengesankan perangkat daerah ini bukan prioritas utama. Dan, dari sisi penganggaran terdapat kecenderungan ketergantungan pada BTT dari provinsi serta dana on-call dari pemerintah pusat, yang proses pencairannya sering kali memakan waktu lama,” terangnya.
Terkait itu, Fraksi PKB meminta Pemprov Jatim segera melakukan sosialisasi dan pendampingan agar kabupaten/kota bisa membangun kemandirian pembiayaan kebencanaan.
“Ketergantungan terhadap dana provinsi dan pusat harus dikurangi, karena dapat memperlambat respons dan memperburuk dampak bencana,” tegasnya.
Lanjut Siti Mukiyarti, Fraksi PKB menegaskan kebijakan tidak hanya fokus pada bencana alam, tetapi juga non-alam dan sosial. Ia mengambil contoh tragedi di Pondok Pesantren Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo disebut sebagai pengingat pentingnya pengurangan risiko bencana akibat kegagalan konstruksi.
“Kita harus selalu ingat bahwa pesantren merupakan tempat berkumpulnya anak-anak dalam jumlah besar. Mereka menghadapi risiko tinggi apabila aspek keselamatan bangunan diabaikan,” tegasnya. (*)