KETIK, BLITAR – Di tengah hangatnya isu ketegangan antara dua pucuk pimpinan di Pemerintah Kota Blitar, Wakil Wali Kota Blitar Elim Tyu Samba akhirnya angkat bicara. Dengan nada tenang dan berimbang, Elim menepis kabar adanya keretakan hubungan antara dirinya dan Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin.
Menurutnya, apa yang terjadi bukanlah konflik pribadi, melainkan perbedaan pandangan tentang etika dan koordinasi pemerintahan. Elim menilai, hubungan kerja antara wali kota dan wakilnya semestinya dibangun atas dasar saling menghormati dan komunikasi yang sehat.
“Saya tidak mengkritik secara personal, ya. Ini bukan soal individu, tapi soal etika,” ujar Elim saat ditemui awak media, Jumat 17 Oktober 2025.
“Kita ini dipilih berpasangan, jadi seharusnya setiap keputusan yang menyangkut kebijakan daerah bisa dikoordinasikan,” tambahnya.
Elim menjelaskan, dirinya memahami batasan kewenangan yang diatur dalam regulasi. Namun, ia mengingatkan bahwa dalam pemerintahan, aturan tertulis tidak cukup bila tidak disertai etika dan moralitas.
“Di atas ilmu itu ada etika. Jadi bekerja juga harus beretika. Koordinasi bukan soal kekuasaan, tapi soal penghormatan terhadap jabatan dan tanggung jawab bersama,” tegasnya.
Elim menekankan bahwa komunikasi dan koordinasi bukan hanya formalitas birokrasi, melainkan fondasi agar pemerintahan berjalan efektif dan harmonis. Ia mengingatkan, keputusan yang diambil tanpa koordinasi berpotensi menimbulkan kebingungan di lapangan dan mengganggu pelayanan publik.
Meski berbagai isu mencuat di ruang publik, Elim memilih untuk tidak reaktif. Ia menegaskan bahwa perbedaan pendapat dalam pemerintahan merupakan hal yang lumrah, asalkan dilandasi semangat membangun.
“Sebetulnya tidak ada keretakan. Ini hanya pembahasan terkait jabatan dan mekanisme kerja antara wali kota dan wakilnya, bukan soal pribadi,” jelasnya dengan tenang.
Sikapnya yang tenang dan penuh perhitungan itu justru menuai pujian dari sejumlah kalangan. Pengamat politik lokal menilai, cara Elim menyikapi isu ini menunjukkan kedewasaan politik dan kepekaan etis.
“Wakil wali kota tampak memilih jalur elegan. Ia tidak terpancing rumor, tapi tetap menekankan prinsip etika dan tanggung jawab jabatan. Ini penting di tengah situasi politik lokal yang mudah panas,” ujar salah satu analis politik Blitar Raya.
Saat ditanya soal kabar adanya surat resmi yang disebut-sebut akan dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Elim memilih tidak berspekulasi. Ia hanya menegaskan bahwa semua langkah pemerintahan harus berada dalam koridor hukum dan etika.
“Saya tidak ingin berspekulasi. Semua ada jalur dan mekanismenya. Yang penting kita tetap bekerja sesuai aturan, menjaga marwah pemerintahan, dan berpihak pada kepentingan rakyat,” tutupnya.
Elim juga menegaskan bahwa fokusnya tetap pada amanah rakyat, bukan pada dinamika politik internal. “Saya bekerja untuk rakyat Kota Blitar. Itu yang utama,” ujarnya singkat namun sarat makna.
Sikap tenang Elim di tengah riuh spekulasi politik menunjukkan bahwa kekuatan seorang pemimpin bukan hanya diukur dari seberapa keras ia bersuara, melainkan dari kemampuannya menjaga martabat dan harmoni.
Dalam suasana politik yang mudah panas, ia memilih berdiri di atas prinsip bahwa etika adalah fondasi dari kekuasaan yang bermartabat.(*)