KETIK, PALEMBANG – Persidangan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan retribusi parkir di Dinas Perhubungan Kabupaten Banyuasin kembali digelar di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa, 1 Juli 2025.
Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Masriati ini mengungkap sejumlah kejanggalan dalam mekanisme penerimaan dan penyetoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perparkiran.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Banyuasin, Giovani, menghadirkan lima orang saksi, termasuk Bendahara Penerimaan Dishub Banyuasin, Abidin, serta Jamil selaku Kasubag Program Perencanaan. Para saksi ini menyatakan mengenal ketiga terdakwa yakni Eko, Salamun, dan Antoni Liando, yang merupakan Kepala Dinas Perhubungan Banyuasin.
"Sepengetahuan kami retribusi parkir masuk kategori jasa umum dan dikelola oleh pemerintah, bukan pihak swasta, penetapan target PAD harus melalui koordinasi dengan Bapenda, BPKAD, Sekretariat Daerah, dan Litbang hingga diterbitkan Peraturan Bupati (Perbup)," ujar saksi Jamil.
Meski demikian, ia mengaku hanya menerima laporan dan tidak terlibat dalam pengelolaan teknis, "Saya tidak tahu menahu masalah teknis penarikan retribusi pak karena bukan ranah kami di situ," tegasnya dalam persidangan.
Hal senada disampaikan saksi Abidin yang menyebut tugasnya sebatas melakukan ceklist dan meneruskan laporan ke Bapenda, termasuk rekap dan bukti setoran.
"Saya juga hanya menjalankan tugas saya sebatas ceklis dan mengirimkan laporan serta bukti setor," tutur Abidin.
Beralih ke saksi Rosi dari UPTD Parkir menambahkan bahwa laporan diterima dalam bentuk file excel yang sudah ditandatangani.
Namun, ketika ditanya penasihat hukum terdakwa Eko tentang metode penagihan retribusi, ia mengaku tidak mengetahui juga masalah teknis penagihan retribusi. "Mohon maaf saya tidak tahu masalah teknis tersebut," tutur dia.
Menariknya, dua saksi tersebut juga mengaku tidak tahu-menahu soal keberadaan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), yang seharusnya menjadi dasar pungutan retribusi.
"Kami tidak tahu yang mulia kami kurang faham tentang SKRD," ungkap Abidin.
Modus dugaan korupsi dalam perkara ini berkisar pada penyimpangan dana retribusi parkir yang seharusnya masuk ke kas daerah, namun justru diduga diselewengkan oleh oknum di lingkungan Dinas Perhubungan. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp1,1 miliar.
Ketiga terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan Pasal 64 ayat 1 KUHP. Selain itu, jaksa juga menyiapkan pasal subsider berupa Pasal 11 UU Tipikor sebagai cadangan.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya serta pembuktian lebih lanjut dari pihak penuntut umum. (*)