KETIK, SURABAYA – DPRD Surabaya berupaya mewujudkan salah satu program pemerintah pusat mengenai penyediaan hunian layak bagi masyarakat, melalui Panitia Khusus (Pansus) Raperda Hunian Layak menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah dinas, serta perwakilan pengembang.
Ketua Pansus Raperda Hunian Layak Muhammad Syaifuddin menyebut pembangunan hunian vertikal menjadi salah satu adanya keterbatasan lahan di Kota Pahlawan.
Ia menegaskan pentingnya pelibatan pihak swasta untuk pembangunan rumah layak huni khususnya di RPJMD 2024-2029
"Yang paling penting adalah bagaimana pihak pengembang bisa ikut terlibat dalam pembangunan hunian layak ini. Karena dalam RPJMD 2024–2029 tidak ada dana APBD yang dialokasikan untuk pembangunan rusunawa," jelasnya.
Anggota Komisi A ini menyebut sejumlah pengembang termasuk PT Yekape menyatakan kesiapannya untuk berkontribusi, dengan catatan regulasi yang ada harus jelas dan tidak tumpang tindih.
"Pengembang swasta tentu tidak ingin terjebak dalam persoalan hukum di kemudian hari. Karena itu, regulasi yang sederhana dan tegas sangat dibutuhkan," tegasnya.
Ditambahkan juga oleh Ketua Komisi A DPRD Surabaya Yona Bagus Widyatmoko mengusulkan konsep alternatif pembangunan rusunawa dengan integrasi fungsi pasar tradisional.
Gagasan ini muncul usai Komisi A melakukan kunjungan kerja Panitia Khusus Hunian Layak ke Jakarta, yang meninjau langsung keberhasilan Pasar Rumput sebagai proyek percontohan.
“Rusunawa Pasar Rumput itu menarik karena menggabungkan tiga lantai pasar di bawah, dan lantai empat hingga dua puluh lima digunakan untuk hunian sebanyak 1.984 unit. Konsep ini bisa diadopsi di Surabaya,” tutur Wakil Ketua DPC Gerindra Surabaya ini.
Yona menilai revitalisasi pasar-pasar tradisional seperti Pasar Keputran, Pasar Tambakrejo, dan Pasar Wonokromo dapat menjadi solusi tepat sasaran.
Dia menyebut bahwa model seperti ini telah diterapkan secara parsial, contohnya pada Tambakrejo yang kini menaungi Kaza Mall dan hotel Palm Park di atasnya.
“Kalau kita bisa kembangkan lagi model seperti ini, pasar jadi lebih hidup karena penghuni rusun langsung menjadi pelanggan tetap. Fungsi ekonomi dan sosial bisa jalan bersamaan,” jelas Cak Yebe.
Usulan pembangunan rusunawa di atas pasar juga didasarkan pada kebutuhan ruang yang makin terbatas di tengah kota. Menurutnya, pemanfaatan vertikal adalah solusi realistis dan sekaligus mendukung konsep kota padat yang efisien.
“Revitalisasi pasar Keputran dengan model rusunawa di atasnya adalah contoh konkret yang bisa segera dipertimbangkan,” imbuhnya.
Cak Yebe juga mengingatkan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mewujudkan solusi hunian ini. Dia menegaskan bahwa pembangunan kota tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tetapi perlu dukungan dari swasta dan stakeholder lainnya.
“Wali Kota sendiri sudah bilang, Surabaya tidak bisa saya bangun sendiri. Maka dari itu, Pansus telah mengundang pihak swasta seperti REI, Apersi, dan YKP untuk bersama-sama menyikapi itikad baik Pemkot ini,” terangnya.
Lebih lanjut, dia kembali menegaskan bahwa keterbukaan dari Pemkot menjadi kunci dalam melibatkan pengembang lokal untuk menyukseskan pembangunan hunian. Dia berharap tidak ada lagi sekat antara pemerintah dan pihak ketiga dalam upaya mengatasi krisis rumah rakyat.
“Tentunya yang terpenting adalah keterbukaan dari Pemkot dengan memberikan ruang kepada para pengembang kita,” pungkasnya. (*)