KETIK, PACITAN – Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Pacitan, Ririn Subianti, mengajak perempuan untuk berani melaporkan pelaku tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).
Ia menyebut, masih banyak kasus yang tidak terungkap lantaran korban merasa takut, malu, atau khawatir tidak akan dipercaya.
“Yang paling penting ditingkatkan adalah berani melapor, berani berkata tidak, kemudian lebih menjaga diri,” ujar Ririn, Rabu, 29 Oktober 2025.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menuturkan, ancaman kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi korban.
Ia menilai, potensi sebagian besar pelaku justru berasal dari lingkungan terdekat.
"Kalangan perempuan, juga hati-hati. Kemajuan teknologi kerap membuka celah terjadinya kekerasan berbasis online," pesannya.
Pun Ririn mengajak, perempuan di Pacitan dapat lebih waspada dan tidak ragu melapor jika mengalami tindakan yang merendahkan martabatnya.
“Ancaman, terutama pelecehan seksual, bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Saya sebagai ibu, sebagai kaum perempuan, dan sebagai anggota DPRD, berharap kaum perempuan bisa membentengi diri dengan meningkatkan kewaspadaan,” tuturnya.
Sementara itu, data dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, dan Pemberdayaan Perempuan serta Perlindungan Anak (DPPKB dan PPPA) Pacitan mencatat sebanyak 42 kasus kekerasan terjadi sejak Januari hingga 28 Oktober 2025.
Jumlah tersebut naik 2 kali lipat lebih dibanding tahun lalu yang hanya 17 kasus.
Kepala DPPKB dan PPPA Pacitan, Jayuk Susilaningtyas mengatakan, separuh dari total kasus tersebut merupakan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Ia memaparkan, bahwa kekerasan seksual terhadap anak dapat diancam hukuman penjara antara 5 hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar, sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014.
“Bahkan, jika pelaku adalah orang tua, wali, atau pendidik, hukuman bisa ditambah sepertiga dari masa hukuman pokok,” ungkap Jayuk.
Dari total kasus yang tercatat, rinciannya meliputi 10 kasus persetubuhan, 5 pencabulan, 5 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), 5 kasus bullying, 2 kasus pornografi, 2 penyimpangan seksual, 2 pemerkosaan, serta beberapa kasus lain seperti eksploitasi anak, penelantaran, dan perebutan hak asuh.
Kecamatan Pacitan menjadi wilayah dengan kasus tertinggi, mencapai 13 laporan, disusul Kecamatan Ngadirojo dengan 8 kasus, dan Donorojo dengan 6 kasus.
“Naiknya angka kekerasan di Pacitan karena pemerintah gencar melakukan sosialisasi program Pelopor dan Pelapor (2P). Yang dulu perempuan takut atau malu melapor, kini mulai berani. Kami juga melakukan pendampingan terhadap korban,” tutup Jayuk.(*)
