KETIK, SURABAYA – Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyebut Jawa Timur satu-satunya provinsi yang memiliki perda perlindungan buruh migran. Itu disampaikannya saat melakukan kunjungan kerja dan diterima langsung Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis malam, 10 Juli 2025.
Pertemuan kedua pejabat itu Gubernur membahas langkah-langkah konkret meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan Pekerja Migran Indonesia (PMI), khususnya yang berasal dari Jatim.
Salah satu perlindungan berupa penyediaan shelter atau rumah singgah bagi PMI asal Jatim di negara penempatan. Khofifah mengusulkan agar shelter PMI dapat izin agar segera direalisasikan, terutama bagi PMI asal Jatim yang penempatannya di Taiwan dan Hong Kong.
“Shelter ini penting sebagai ruang komunikasi, tempat berbagi pengalaman, serta dukungan psikososial bagi para PMI,” ujarnya.
Bentuk perlindungan lainnya yang mendasar adalah membekali keterampilan dan kemampuan kerja maupun bahasa bagi para PMI sebelum berangkat.
Pemprov Jatim melakukan kerja sama dengan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), Balai Latihan Kerja (BLK), serta komunitas sipil dalam penyusunan peta kompetensi daerah berbasis kebutuhan pasar kerja global.
"Kemampuan dasar berbahasa harus diintensifkan agar para PMI dapat bekerja dengan nyaman, mandiri, dan memiliki daya tawar yang lebih baik," terang Khofifah.
Khofifah menambahkan, perlindungan PMI tak cukup hanya pada masa pemberangkatan, tetapi juga harus menyeluruh hingga masa kepulangan. Karena, saat PMI pulang kemudian purna, menjadi tenaga yang tidak produktif. Padahal mereka adalah tenaga-tenaga terlatih.
Menurutnya, banyak PMI purna yang berpotensi menjadi pelatih keterampilan, pelaku UMKM, atau bahkan penggerak ekonomi lokal. Dukungan terhadap mereka adalah bagian dari strategi pembangunan berbasis sumber daya manusia yang berkeadilan.
Sementara itu, Menteri P2MI Abdul Kadir Karding menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi Jatim yang dinilainya memiliki komitmen kuat terhadap perlindungan PMI.
Disebut, Jatim merupakan satu-satunya daerah yang telah memiliki Perda tentang Perlindungan PMI. Ini menjadi contoh nyata keberpihakan pemerintah daerah terhadap warganya yang bekerja di luar negeri.
“Ke depan, kami ingin memperkuat kolaborasi untuk menekan praktik penempatan non-prosedural dengan edukasi yang masif hingga ke desa-desa, agar masyarakat tidak mudah tergiur iming-iming oknum tanpa dokumen sah,” ujarnya.
Kementerian P2MI juga menargetkan peningkatan kualitas penempatan dan berkomitmen meminimalisir kekerasan serta praktik perdagangan orang yang masih menghantui sebagian PMI.
Ditambahkan, bahwa remitansi dari PMI menjadi sumber pendapatan negara yang sangat signifikan, meningkat dari tahun ke tahun. Dan harus diimbangi dengan perlindungan dan kenyamanan bagi PMI selama bekerja.
“Pada 2024, total remitansi mencapai Rp253,3 triliun, dan kami menargetkan kenaikan menjadi Rp439 triliun pada 2025. Ini menunjukkan kontribusi besar para PMI bagi perekonomian nasional,” tandasnya.
Untuk diketahui, Jatim menjadi provinsi dengan penempatan PMI tertinggi secara nasional. Data terbaru, sepanjang Januari hingga Februari 2025, sebanyak 11.265 PMI telah diberangkatkan ke berbagai negara, terdiri dari 5.438 orang pada Januari dan meningkat menjadi 5.827 orang pada Februari.
Proyeksi dari Pusat Data dan Informasi BP2MI menunjukkan total penempatan PMI asal Jatim sepanjang tahun 2025 diperkirakan mencapai 70.422 orang, meningkat dari realisasi tahun 2024 yang berjumlah 69.594 orang. Ini mengukuhkan peran Jatim sebagai daerah penyumbang tenaga kerja migran terbesar, dan menjadi tolok ukur praktik migrasi aman di tingkat provinsi. (*)