KETIK, JOMBANG – Proyek pembangunan saluran drainase di Dusun Ngaren, Desa Plosogenok, Kecamatan Perak, Jombang, senilai Rp300 juta diduga bermasalah. Selain kualitas bangunan yang buruk, proyek ini juga dikabarkan dipotong 15 persen sebelum dana dicairkan.
Pekerjaan tersebut menggunakan dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) tahun 2025 dari anggaran pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Jombang. Namun, warga setempat menyebut adanya praktik pemotongan dana oleh orang kepercayaan anggota dewan.
"Setahu saya, semua pokir dari anggota DPRD Partai Gerindra Dapil IV dikelola Pak Yit (Suyitno). Di desanya sendiri, dia yang langsung mengerjakan," ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya, Rabu 28 Mei 2025.
Menurut warga, pemotongan dana dilakukan di awal, bahkan sebelum proposal pengajuan disetujui. "Kalau mau dapat pokir, ya harus bayar dulu 15 persen," katanya.
Pekerjaan proyek saluran drainase dari anggaran pokir DPRD Jombang. (Foto: Syaiful Arif/Ketik.co.id)
Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) Desa Plosogenok, Perak, Jombang Suyitno membenarkan bahwa proyek drainase tersebut dikerjakan olehnya. Ia menggantikan ketua TPK sebelumnya, dan mengaku proyek dimulai sekitar sepekan sebelum Lebaran.
Namun, saat ditanya soal dugaan potongan 15 persen, Suyitno membantah. "Tidak ada potongan. Sistemnya kami kerja dulu, baru pencairan bertahap. Saya ini juga kader Gerindra dan aspirator partai," tegasnya.
Hal senada disampaikan Kepala Desa Plosogenok, Jombang Purnami. Ia mengatakan proyek dijalankan oleh TPK, dan anggaran sebesar Rp300 juta tidak dipotong. "Insyaallah anggaran turun utuh. Tidak ada fee," ucapnya.
Meski begitu, pantauan di lapangan menunjukkan sejumlah kejanggalan. Bangunan drainase yang baru rampung sebulan terlihat sudah retak, patah, bahkan menempel pada pagar rumah warga. Proyek juga tidak mencantumkan tanggal pelaksanaan di papan informasi.
"Drainase ini penting untuk sawah kami. Tapi baru sebentar sudah rusak. Ini bikin kecewa," kata Mat, warga Dusun Ngaren.
Warga menduga mutu pekerjaan tidak sesuai spesifikasi teknis dan menuntut pihak terkait bertanggung jawab atas kualitas bangunan yang dinilai tidak layak. (*)