KETIK, SAMPANG – Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang belum tertangani secara tuntas memicu aksi unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat di Kabupaten Sampang, Rabu, 24 September 2025.
Aksi yang digelar di depan Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Sampang ini digerakkan oleh Aliansi Solidaritas Peduli Perempuan dan Anak, yang terdiri dari LSM MDW, KOPRI PC PMII Sampang, KOHATI Sampang, Pemuda Robatal, dan SP Bintang Sembilan.
Para demonstran menuntut penuntasan kasus-kasus kekerasan seksual yang dinilai mangkrak di Polres Sampang. Ketua KOPRI PC PMII Sampang, Juhairiyah, mengungkapkan setidaknya terdapat enam kasus di sejumlah kecamatan seperti Torjun, Camplong, Robatal, hingga Tambelangan yang belum menunjukkan perkembangan signifikan.
"Kalau ini tidak segera dituntaskan, kami akan turun lagi dengan massa lebih besar. Bahkan siap mendesak Kapolda Jawa Timur untuk turun tangan," tegas Juhairiyah dalam orasinya.
Massa juga mencurigai adanya permainan dalam penanganan perkara, karena lambannya proses hukum. "Sudah dua bulan lebih tidak ada titik terang. Bisa jadi ada permainan. Tapi kami tetap berharap pelaku segera ditangkap dan diadili," tambahnya.
Sementara, Rozak, Koordinator aksi mengatakan, tersesatnya kasus kekerasan seksual yang ditangani Polres Sampang merupakan kegagalan penegakan hukum.
Jadi, jika masyarakat dan aktivis menggeruduk Polres Sampang wajar dan memang pantas. Sebab, banyak kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke Polres Sampang mangkrak," ungkapnya.
Menurutnya, penyidik PPA Polres Sampang dan Kapolres Sampang terkesan setengah hati dalam menangani kasus kekerasan seksual. Selain itu lemah dalam melindungi korban, yang seharusnya bekerja sesuai dengan peraturan perundangan.
"Negara wajib hadir melindungi korban, bukan membiarkan pelaku bebas berkeliaran," pintanya.
Demonstran mengingatkan agar penanganan perkara merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Menurut data yang dihimpun sedikitnya ada 4 kasus besar yang terjadi dalam lima tahun terakhir. Rinciannya, pada 2020 di Kecamatan Torjun, korban 14 tahun, enam pelaku, hanya dua ditangkap. Tahun 2022 di Robatal, 13 korban, sembilan pelaku, hanya lima diamankan. Tahun 2023 di Camplong, korban 14 tahun, enam pelaku, satu masih buron. Tahun 2024 di Tambelangan, korban 16 tahun, baru satu pelaku ditetapkan tersangka.
Sedangkan kasus terbaru yang dilaporkan pada 30 Juli 2025 kian menambah daftar panjang. Seorang gadis 17 tahun menjadi korban pencabulan oleh Basir (24), warga Dusun Nappora Daya, Desa Ketapang Timur, Kecamatan Ketapang.
"Basir telah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), namun belum juga ditangkap," ungkapnya.
Menanggapi desakan massa, Kapolres Sampang AKBP Hartono menegaskan bahwa pihaknya telah bekerja maksimal dalam menangani kasus-kasus tersebut.
"Setiap selesai apel, saya selalu tanyakan perkembangan kasus-kasus ini. Artinya kami peduli dan serius menindaklanjuti," jelasnya.
Namun, ia tidak menampik adanya kendala, terutama dalam hal pelaporan yang sering kali terlambat dan baru viral di media sosial, sehingga pelaku sudah lebih dulu melarikan diri.
"Komunikasi putus, HP mati, keluarga tidak lagi di rumah. Di situlah kesulitan kami," terangnya.
Untuk mempercepat penangkapan, Polres Sampang telah membentuk tim gabungan Intel dan Reskrim. AKBP Hartono juga menepis dugaan adanya permainan dari internal.
"Kalau ada anggota saya yang bermain, silakan laporkan. Saya akan tindak tegas. Saya tidak main-main dalam hal ini," pungkasnya.(*)