KETIK, MALANG – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti berkomitmen mendukung transformasi dan pemerataan akses, mutu dan lahanan pendidikan. Termasuk peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan di bidang pembelajaran Bahasa Inggris.
Hal-hal itu disebut Abdul Mu'ti harus berorientasikan masa depan, produktivitas, kompetensi, bukan berbasis pada keterampilan komunikasi saja. Tapi juga bagaimana penguasaan mata pelajaran (Mapel) Bahasa Inggris mampu mendukung kolaborasi lintas budaya, kreativitas, dan literasi digital.
"Berdasarkan kebijakan ini, pemerintah melalui peraturan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 13 Tahun 2025 menetapkan, bahwa Bahasa Inggris akan menjadi mata pelajaran wajib di sekolah dasar mulai tahun ajaran 2027-2028 untuk kelas 3," kata Abdul Mu'ti dalam seminar internasional TEFLIN 2025 Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Brawijaya (UB), Kamis, 9 Oktober 2025.
Kebijakan ini disebut Abdul Mu'ti, merupakan implementasi konkret dari peta pendidikan nasional, yang menekankan bahwa kemahiran berbahasa asing, khususnya Bahasa Inggris. Hal ini merupakan instrumen kunci dalam mengembangkan profil lulusan yang produktif dan berdaya saing global.
Mendikdasmen Abdul Mu'ti di Seminar internasional TEFLIN 2025 FIB Universitas Brawijaya (Humas Kemendikdasmen)
Maka untuk menyukseskan Bahasa Inggris jadi mata pelajaran baru di sekolah dasar, perlu adanya program peningkatan kompetensi guru sekolah dasar dalam pembelajaran Bahasa Inggris, pihaknya memiliki beberapa program yang berkaitan dengan kebijakan tersebut.
"Pertama Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, telah merancang Program peningkatan kompetensi guru sekolah dasar dalam Pengajaran Bahasa Inggris. Program ini merupakan bagian strategis dari Inisiatif Peningkatan Kapasitas Guru Nasional sebagaimana digariskan dalam peta jalan pendidikan nasional," jelasnya.
Tujuannya supaya setiap guru dan tenaga kependidikan memiliki kompetensi abad ke-21 dan keterampilan berbasis teknologi. Penyelenggaraan pembelajaran bahasa Inggris dirancang untuk menyelaraskan dengan capaian pembelajaran yang tercantum dalam kurikulum.
Implementasinya dengan menekankan penguasaan keterampilan reseptif, menyimak dan membaca, keterampilan produktif, berbicara dan menulis, serta interaksi komunikatif kontekstual.
"Kedua, mengembangkan pengajaran Bahasa Inggris berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang penuh kesadaran, menyenangkan, dan bermakna. Ketiga, menerapkan pendekatan pembelajaran mendalam sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dasar," beber pria yang juga Sekjen Muhammadiyah ini.
Keempat, mengintegrasikan pelatihan guru ke dalam sistem manajemen pembelajaran (LMS) berbasis Ruang GTK, ntuk mendukung pembelajaran digital berkelanjutan. Pihaknya ug mendorong penerapan pembelajaran mendalam sebagai paradigma pembelajaran nasional, atau bisa disebut sebagai paradigma baru.
"Peta jalan pendidikan nasional mengarahkan semua jenjang pendidikan menuju pembelajaran mendalam, yang mendorong peserta didik untuk berpikir kritis, reflektif, dan kreatif. Melalui pembelajaran mendalam, peserta didik didorong untuk menghargai keberagaman, mengembangkan empati lintas budaya, dan berpikir global tanpa kehilangan akar lokal mereka," paparnya.
Menurutnya, pada konteks pembelajaran Bahasa Inggris, perlu adanya pembelajaran mendalam, dengan mengembangkan pembelajaran yang penuh kesadaran, menyenangkan, dan bermakna.
Ketiga prinsip inilah yang membentuk fondasi kurikulum. Bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi saja, terapi juga sebagai sarana untuk berpikir, berkolaborasi, dan memecahkan masalah.
"Selain itu juga menghubungkan teks dan konteks dalam isu-isu sosial, budaya, dan kemanusiaan, mendorong siswa untuk memahami makna dan nilai-nilai alih-alih sekadar menghafal bentuk," tukasnya. (*)