KETIK, SAMPANG – Seorang pasien korban kecelakaan lalu lintas (laka lantas) asal Ketapang, Sampang, Jawa Timur, terlilit utang hingga puluhan juta rupiah usai dirawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Hal ini diduga akibat penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) rumah sakit yang dianggap mengabaikan hak pasien dalam memperoleh manfaat dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan.
Perwakilan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kabupaten Sampang, Maushul Maulana, mengungkapkan, pasien atas nama Muhammad Yusuf. Ia merupakan korban laka lantas yang masuk ke RSUD Dr. Soetomo.
Proses masuk rumah sakit dilakukan melalui jalur pasien umum karena yang menandatangani administrasi bukan keluarga melainkan orang lain, alias pihak ketiga yang bertanggung jawab atas pasien tersebut.
"Dua hari setelahnya pasien BPJS aktif. Kami mengajukan izin tandatangan umum agar klaim BPJS bisa digunakan. Tapi sampai lebih dari 21 hari, pihak rumah sakit menolak pengajuan tersebut," jelasnya kepada Ketik, Senin, 18 Agustus 2025.
DKR Sampang pun berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan. Hasil koordinasi menyebutkan bahwa selama dokumen administrasi masuk tidak bermaterai, maka pasien tetap dapat dijamin oleh BPJS.
Namun saat dokumen diperiksa, tandatangan tersebut memang tidak menggunakan materai, yang artinya sesuai dengan syarat BPJS.
Anehnya, meski sudah ada lampu hijau dari BPJS, pihak RSUD Dr. Soetomo tetap menolak memberikan klaim jaminan BPJS Kesehatan kepada pasien.
“Pihak rumah sakit tetap berpegang pada SOP, bahwa setelah masuk dengan tandatangan umum, maka status pasien adalah pasien umum dan tidak bisa dialihkan ke peserta BPJS. Padahal secara logika dan teknis, BPJS sudah siap menjamin,” ucap Maushul Maulana.
Akibat administrasi ini, pasien kini menanggung utang sebesar Rp62 juta lebih ke pihak RS Soetomo. Sebelumnya, klaim Jasa Raharja sebesar Rp 21 juta telah membantu meringankan sebagian beban biaya, dan pasien sendiri sudah membayar Rp15 juta dari sisa tagihan.
Namun jumlah tersebut masih jauh dari total tagihan yang ditetapkan pihak rumah sakit.
DKR Sampang menilai bahwa masalah ini bukan sekadar administratif, tetapi mengancam pelanggaran terhadap hak dasar pasien miskin untuk mendapatkan jaminan kesehatan.
“Ini murni persoalan SOP rumah sakit yang mengakibatkan pasien kehilangan haknya untuk dijamin negara melalui BPJS,” tegasnya.
Pihaknya mengaku telah dua kali melayangkan surat kepada DPRD Provinsi Jawa Timur agar turut membantu menyelesaikan persoalan ini. Namun hingga kini, belum ada tanggapan dari pihak legislatif.
Jika tidak ada solusi dalam waktu dekat, DKR Sampang mengancam akan menggelar aksi besar-besaran ke Kantor Gubernur Jawa Timur.
“Kami sudah bermusyawarah dan siap turun ke jalan untuk menyuarakan nasib rakyat kecil. Kami meminta Gubernur dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur segera menyelesaikan utang pasien ini, atau kami akan melaksanakannya dalam waktu dekat,” tutupnya.
Terpisah, Direktur RSUD Dr. Soetomo, Prof. Dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, saat dikonfirmasi hanya meminta identitas pasien. Ia mengatakan bahwa humas yang akan memberikan keterangan lengkap.
"Mohon kirimkan KTP untuk kami cek, nggih. Selanjutnya, pihak humas yang akan berkomunikasi dengan Bapak,” ujarnya kepada Ketik.
Sementara Kepala Instalasi Hukum, Humas, dan Pemasaran RSUD Dr. Soetomo, Martha Kurnia Kusumawardani, saat dikonfirmasi terpisah mengaku akan memeriksa terlebih dahuku.
“Akan dicek terlebih dahulu," jelas Martha singkat.
Namun, hingga berita ini dipublikasikan, Martha belum memberikan penjelasan lebih lanjut terkait permasalahan yang dihadapi pasien asal Sampang tersebut.(*)