KETIK, MALANG – Desa Ngadas yang terletak di Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, merupakan salah satu dari 36 desa Suku Tengger yang tersebar di empat kabupaten.
Keasrian alam, budaya, dan tradisi di Desa Ngadas hingga kini masih terasa begitu kental dan masih terjaga.
“Sampai sekarang kami masih melaksanakan berbagai tradisi, seperti Wala Gara, Mentas-mentas, Pujan, Galungan, Barikan, Kasada, Mayu, Unan-unan, Nyadran, Masoen, dll,” tutur Tumari selaku RW setempat.
Salah satu tradisi yang paling unik adalah masoen dikarenakan berkaitan dengan masyarakat luar dan tujuannya adalah untuk menyambut serta memperkenalkan dengan penghuni asli desa.
Arti dari masoen sendiri adalah untuk memasukan tamu yang datang ke desa Ngadas sehingga dapat diterima oleh seluruh warga baik yang terlihat maupun yang tak kasat mata.
Menurut Mujianto selaku kepala desa Ngadas, Masoen dilakukan jika terdapat penduduk baru, jika terdapat pernikahan yang pasangan berasal dari luar desa Ngadas, dan jika terdapat warga luar yang menginap di desa Ngadas lebih dari 2 bulan seperti mahasiswa KKN.
Tradisi masoen mengharuskan warga baru untuk menyajikan beberapa hidangan yang akan dimantrai oleh romo dukun setempat. Hidangan yang disajikan berupa tumpeng dengan lauk ayam ingkung (bakar) kampung, tetel, wajik, dan gedhang ayu (pisang ambon).
Setelah dimantrai oleh romo dukun, warga baru diwajibkan untuk memakan beberapa hidangan agar resmi menjadi warga asli desa Ngadas. (*)