Siapa yang tidak kenal dengan perdagangan online saat ini? Cara-cara berdagang masyarakat dengan gaya lama dan tradisional sudah mulai ditinggalkan. Antara pembeli dan penjual yang dulunya bertransaksi di pasar secara nyata, saat ini dianggap kuno.
Masyarakat semakin banyak beralih menggunakan cara berbelanja melalui online yang dirasa mudah, tidak terikat waktu, produk-produk penjualan yang lebih bervariasi, bahkan adanya tawaran produk-produk promo yang menarik.
Perkembangan teknologi hampir menyentuh seluruh sendi kehidupan manusia saat ini, tak terkecuali dalam bidang perdagangan. Metode pembayaran digital seperti e-wallet dan paylater serta layanan pengiriman yang semakin cepat dan terjangkau turut berkontribusi pada pertumbuhan e-commerce.
Data Kementerian Perdagangan mencatat bahwa di tahun 2022 jumlah pengguna e-commerce di Indonesia mencapai 178,94 juta orang. Angka ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan hingga 99,1 juta pada tahun 2029. Sedangkan jika kita melihat nilai transaksinya diproyeksikan mencapai Rp487 triliun pada tahun 2024.
Dengan melihat begitu besarnya nilai transaksi ini dan untuk memfasilitasi peran serta masyarakat dalam pembangunan melalui pembayaran pajak, memenuhi prinsip kepastian hukum, keadilan, kemudahan dan kesederhanaan administrasi, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemungutan pajak, maka belum lama ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025.
Regulasi ini mengatur tentang penunjukan pihak lain sebagai pemungut pajak penghasilan serta cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak lain atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri dengan mekanisme perdagangan melalui sistem elektronik.
Dalam ketentuan ini, misalkan seorang pedagang yang mempunyai peredaran usaha (omset) sebanyak Rp700 juta dan masuk dalam kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), maka jika melihat ketentuan sebelumnya, disebutkan bahwa apabila pedagang tersebut berjualan dengan membuka lapak dagangannya secara langsung atau berupa toko (offline) ataupun secara online, maka pedagang tersebut harus membayar sendiri Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,5%.
Namun melalui ketentuan yang baru ini jika pedagang tersebut berjualan secara online, maka PPh-nya dibantu oleh pihak marketplace dengan dipungut sebesar 0,5% dari omset yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri yang tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), yang kemudian disetorkan pajaknya oleh marketplace.
Marketplace yang sering kita kenal dengan istilah PMSE ( Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik ) yang boleh melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak ini nantinya ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sebagai pemungut PPh Pasal 22 dan tentu saja mereka harus menggunakan escrow account untuk menampung penghasilan yang diterimanya tersebut.
Kemudian pedagang dalam negeri membuat dokumen tagihan atas penjualan barang dan/atau jasa dengan mencantumkan keterangan paling sedikit memuat nomor dan tanggal dokumen tagihan, nama PMSE, nama akun pedagang dalam negeri, identitas pembeli barang dan/atau jasa berupa nama dan alamat, jenis barang dan/atau jasa, jumlah harga jual, dan potongan harga; dan nilai PPh Pasal 22 bagi pedagang dalam negeri masing-masing.
Dokumen tagihan tersebut merupakan dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemungutan PPh Pasal 22 bagi pedagang dalam negeri sehingga PMSE tidak perlu membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22 khusus atas transaksi PMSE yang dilakukan.
Pengecualian atas Perdagangan Online
Terdapat beberapa transaksi perdagangan online yang dikecualikan atau tidak dipungut PPh Pasal 22 oleh pihak lain:
Pertama, penjualan barang dan/atau jasa oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri yang memiliki omset sampai dengan Rp500 juta pada tahun pajak berjalan dan telah menyampaikan surat pernyataan;
Kedua, penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi oleh WPOP dalam negeri sebagai mitra perusahaan aplikasi berbasis teknologi yang memberikan jasa angkutan;
ketiga, penjualan barang dan atau jasa oleh Pedagang Dalam Negeri yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas pemotongan dan atau pemungutan PPh;
Keempat, penjualan pulsa dan kartu perdana;
Kelima, penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan atau pengusaha emas batangan;
Keenam, pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan atau bangunan beserta perubahannya.
Namun perlu diingat bahwa atas penghasilan yang tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut, tetap terutang PPh, dan atas PPh tersebut wajib dilakukan pemotongan dan atau pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajaknya.
Sedangkan atas penghasilan yang telah dipungut PPh Pasal 22 oleh Pihak Lain tidak dilakukan pemotongan dan atau pemungutan PPh oleh Pemotong atau Pemungut PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Jadi dengan adanya peraturan ini justru lebih memudahkan pelaku usaha UMKM, khususnya yang berjualan secara online. Pajak UMKM tetap sama, yang berarti bahwa omset sampai dengan Rp500 juta tidak kena pajak. Mereka hanya perlu membayar sendiri atas sisa penghasilannya yang diperoleh dari usaha secara offline saja.
Dan tentu saja ini bukan jenis pajak yang baru, tetapi merupakan pengaturan adanya pemungutan PPh dari Wajib Pajak yang sebelumnya hanya bisa menyetor sendiri, sekarang ditunjuk adanya pihak lain yang memungut PPh Wajib Pajak, khususnya pedagang dalam negeri yang berjualan dengan menggunakan sistem elektronik (online).
*) Agus Saptomo merupakan Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Timur II
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)