KETIK, SURABAYA – Sidang lanjutan perkara dugaan perusakan dua kendaraan yang menjerat pasangan suami istri, Handy Soenaryo dan Jan Hwa Diana, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu, 6 Agustus 2025. Sidang terbuka untuk umum ini menghadirkan tiga saksi dari pihak pelapor yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki, yakni Paul Stephanus, Yanto, dan Heronimus Tuqu.
Saksi pertama, Paul Stephanus, mengawali kesaksiannya dengan menyatakan bahwa dirinya merupakan pelaksana proyek pemasangan motorized retractable roof di rumah terdakwa Handy Soenaryo yang berlokasi di Perumahan Pradah Permai, Gang 8 No. 2, Kecamatan Dukuh Pakis, Surabaya. Proyek senilai Rp400 juta itu, menurut Paul, telah mencapai progres sekitar 75 persen sebelum akhirnya dibatalkan sepihak oleh pihak terdakwa.
“Saya datang hanya untuk mengambil alat-alat kerja di lokasi, tapi malah diteriaki maling. Bahkan saya dilaporkan ke Polsek Dukuh Pakis,” ungkap Paul di hadapan majelis hakim.
Ia juga mengaku bahwa dua ban mobil pikap yang ia bawa ikut dilepas oleh anak terdakwa tanpa alasan yang jelas. Paul mengklaim telah mengalami kerugian materiil akibat kejadian tersebut.
Pernyataan Paul diperkuat oleh Yanto, saksi kedua yang mengaku berada di lokasi saat insiden terjadi. Ia datang untuk menemani Paul mengambil peralatan proyek. Namun suasana berubah tegang setelah terjadi cekcok antara Paul dan Handy.
“Setelah kami turun ke area parkir, saya melihat dua ban mobil saya juga sudah dilepas dan digerinda,” ujar Yanto.
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepolisian, kerugian akibat perusakan dua kendaraan tersebut diperkirakan mencapai Rp3 juta. Meskipun begitu, Paul dan Yanto diketahui sempat beberapa kali menyampaikan permintaan maaf secara nonformal kepada pihak terdakwa.
Saksi ketiga, Heronimus Tuqu, merupakan pemilik mobil pikap Daihatsu Grandmax yang disewa oleh Paul. Ia menyatakan bahwa kendaraannya rusak dan tidak dapat digunakan sejak November 2024 karena insiden tersebut.
“Sudah hampir sepuluh bulan mobil saya tidak bisa dipakai. Jika dihitung berdasarkan biaya sewa harian Rp 300 ribu, kerugian saya bisa mencapai Rp 90 juta,” ujarnya di persidangan.
Heronimus juga menambahkan bahwa upayanya untuk mengambil kendaraan dari rumah terdakwa sempat dihalangi oleh Jan Hwa Diana. Ia bahkan menuding adanya dugaan kolusi antara Diana dan penyidik, sehingga polisi tidak berani menyita mobil sebagai barang bukti.
“Diana sempat berkata, ‘Orang Timur itu pencuri semua’. Ucapan itu saya dengar langsung dan sangat menyinggung kami,” kata Heronimus. Pernyataan tersebut memicu reaksi dari sejumlah pengunjung sidang yang berasal dari Indonesia bagian timur.
Heronimus menegaskan bahwa ia akan menempuh jalur hukum perdata dengan menggugat Paul dan Diana sebesar Rp150 juta. Hal ini dilakukan setelah tiga kali upaya penyelesaian melalui skema restorative justice gagal.
“Sebenarnya saya tidak ingin mereka dipenjara, tapi saya mengalami kerugian baik materiil maupun immateriil. Bahkan istri saya bilang, kalau saya tidak bisa selesaikan kasus ini, jangan pulang ke rumah,” ucapnya lirih.
Menanggapi kesaksian tersebut, kuasa hukum Jan Hwa Diana, Elok Kahja, menyatakan bahwa nilai kerugian yang diklaim Heronimus terlalu dilebih-lebihkan. Ia menyebut, dalam proses restorative justice sempat ada tuntutan ganti rugi sebesar Rp50 juta, namun kemudian melonjak hingga Rp1,2 miliar.
“Permintaan itu sangat tidak rasional. Padahal sejak awal, klien kami bersedia menyelesaikan perkara ini secara kekeluargaan,” ujar Elok.
Sementara itu, dalam sidang sebelumnya, JPU Galih Putra Diana membacakan surat dakwaan yang menyatakan bahwa perusakan terjadi pada Sabtu, 23 November 2024, sekitar pukul 09.30 WIB. Saat itu, proyek kanopi sudah mencapai 75 persen, namun dibatalkan oleh Handy karena tidak puas dengan hasilnya.
Handy juga menuntut pengembalian uang muka sebesar Rp205.975.000, namun tidak tercapai kesepakatan.
Keributan pun terjadi dan berujung pada dugaan perusakan dua kendaraan, yang diduga dilakukan oleh terdakwa secara bersama-sama menggunakan dongkrak, kunci roda, dan mesin gerinda.
“Perbuatan para terdakwa memenuhi unsur Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang pengerusakan secara bersama-sama,” ujar JPU dalam dakwaannya.
Majelis hakim yang memimpin sidang turut mengimbau agar para pihak mempertimbangkan penyelesaian secara damai, demi menghindari konflik yang lebih luas. Hakim menekankan pentingnya musyawarah dan penyelesaian kekeluargaan.
“Pertimbangkan penyelesaian damai. Jangan saling lapor atau gugat jika masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” pesan hakim sebelum menutup sidang.
Pantauan di lokasi, suasana ruang sidang sempat memanas usai pernyataan Heronimus soal ucapan bernada rasial. Terdakwa yang hadir bersama tim kuasa hukumnya juga sempat mendapatkan teriakan dari sejumlah pengunjung yang tersinggung.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi tambahan dari pihak terdakwa. (*)