KETIK, JEMBER – Indikasi kecurangan dalam klaim layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terendus di Kabupaten Jember. Sebuah rumah sakit swasta di wilayah ini diduga memanipulasi tagihan pelayanan pasien agar nilai klaim yang diajukan ke BPJS Kesehatan menjadi lebih tinggi dari kondisi sebenarnya.
Dugaan tersebut pertama kali ditemukan oleh BPJS Kesehatan Cabang Jember setelah mendeteksi pola klaim yang tidak wajar sepanjang tahun 2025. Temuan awal itu kemudian ditelusuri ke tahun-tahun sebelumnya untuk memastikan adanya konsistensi dalam data klaim.
Kepala Bidang SDM, Umum, dan Komunikasi BPJS Kesehatan Jember, Fuad Manar, membenarkan adanya indikasi tersebut. Namun ia belum menyebutkan secara rinci identitas rumah sakit yang dimaksud karena masih dalam tahap pendalaman.
“Kami menemukan data yang anomali. Ada sejumlah klaim yang nilainya tidak sesuai dengan kondisi medis pasien. Hal ini sedang kami telusuri lebih lanjut,” ujar Fuad, Kamis 30 Oktober 2025.
Fuad menjelaskan, penanganan dugaan kecurangan dilakukan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan dalam Program JKN. Berdasarkan regulasi itu, BPJS Kesehatan tidak memberikan sanksi langsung, tetapi melaporkan hasil temuannya kepada pemerintah daerah.
“Kami telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Jember dan Tim Pencegahan serta Penanganan Kecurangan di tingkat kabupaten. Kewenangan pemberian sanksi ada pada Dinas Kesehatan. Jika terbukti melakukan fraud, fasilitas kesehatan wajib mengembalikan kelebihan biaya klaim,” jelasnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, A. Helmi Luqman, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah memberikan teguran administratif kepada rumah sakit terkait sebagai langkah awal.
“Kami sudah mengirimkan peringatan administrasi karena ini masih temuan pertama. Namun kami tetap melakukan pengawasan dan pendalaman sesuai prosedur,” ujar Helmi.
Informasi dari lapangan menyebutkan, dugaan kecurangan dilakukan dengan menaikkan tingkat penanganan medis pasien peserta JKN sehingga biaya pelayanan yang diklaim ke BPJS menjadi lebih tinggi.
“Praktik seperti ini jelas merugikan sistem karena menimbulkan pembengkakan biaya klaim yang tidak sebanding dengan layanan medis yang diterima pasien,” imbuh Helmi.
