KETIK, TUBAN – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi program strategis nasional Presiden Prabowo Subianto hingga kini belum dirasakan ribuan siswa sekolah di Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban, pada Senin, 22 Desember 2025.
Intervensi Internal Lembaga Pelaksana MBG di Tingkat Bawah
Ketersendatan program tersebut diduga terjadi akibat adanya intervensi internal maupun eksternal dalam penentuan skema pembagian penerima manfaat (PM) di Kecamatan Jatirogo.
Ketimpangan data penyerapan penerima manfaat ini disinyalir sebagai dampak intervensi atau penyimpangan kewenangan di internal lembaga pelaksana MBG, Badan Gizi Nasional (BGN), melalui Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) di tingkat kabupaten terhadap jajaran di bawahnya.
"Ini korwil SPPI kabupaten Tuban kenapa tidak mengeluarkan atau memerintahkan menyerap 3 ribu siswa yang belum mendapatkan MBG," kata salah satu petugas dapur SPPG yang telah operasional.
Data Ketimpangan Distribusi Penerima Manfaat (PM) di Jatirogo
Berdasarkan data Dapodik dan Emis, dari total 10.300 penerima manfaat (PM) Program MBG, hingga Desember ini baru sekitar 7.000 PM yang terserap. Penyerapan tersebut dikelola oleh tiga dapur yang telah beroperasi, yakni SPPG Sadang, SPPG Pasehan, dan SPPG Besowo.
Dari data itu, masih terdapat sekitar 3.000 PM atau siswa sekolah, termasuk SMA, SMK, dan sekolah swasta, yang tertunda menerima Program MBG.
Ironisnya, siswa yang belum mendapatkan hak santap gratis tersebut justru terkonsentrasi di wilayah yang berdekatan dengan pusat pemerintahan kantor kecamatan, yakni di Desa Wotsogo dan Desa Bader.
Intervensi Eksternal Lewat Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) Bodong
Penelusuran Ketik.com terhadap satuan pendidikan yang belum menerima MBG mengungkap adanya dugaan upaya pengkondisian oleh oknum kepala desa bersama aparat setempat.
Kondisi tersebut membuat pihak sekolah rata-rata tidak berani mengambil keputusan, meski terdapat dapur MBG yang telah beroperasi dan masih memiliki kelonggaran dalam skema penerima manfaat.
"Kami tidak berani memutus keluar karena telah MoU dengan dapur dekat di wilayah sini (MoU istilah dalam regulasi BGN surat perjanjian kerjasama/SPK),"ujar salah seorang kepala sekolah kepada media ini
Meski demikian, pihak sekolah di lapangan menyadari bahwa dapur SPPG yang telah melakukan SPK masih dalam proses pembangunan dan belum sepenuhnya operasional.
"Kami kira setelah MoU itu. Jeda beberapa hari anak-anak didik kami, langsung bisa merasakan menu santap MBG progam pemerintah," imbuhnya.
"Kami belum berani melangkah (membuat SPK baru) dengan dapur yang operasional, dan sekarang sekolah masih libur Nataru sampai tanggal awal Januari," timpal kepala sekolah lain melalui telepon, yang mencoba menutupi diri bila ditanya persoalan apa siswanya belum dapat MBG.
Kenyataan di lapangan menunjukkan ketidakberdayaan satuan pendidikan akibat minimnya sosialisasi dari BGN. Kondisi ini diperparah dengan dugaan intervensi pihak eksternal yang mendatangi sekolah-sekolah untuk meminta penandatanganan SPK jauh hari sebelum tahapan pembangunan dan operasional dapur dilalui.
Berdasarkan aturan yang berlaku di BGN, kesepakatan antara oknum dengan satuan pendidikan tersebut dinilai prematur dan tidak sesuai dengan petunjuk teknis.
Padahal, BGN mensyaratkan SPK dibuat bersama satuan pendidikan sekitar 14 hari sebagai prasyarat pengajuan proposal bantuan pemerintah (Banper) hingga pencairan, dengan ketentuan dapur Satuan Pelayanan Program Gizi (SPPG) telah memenuhi persyaratan secara penuh, tertib tata kelola dan administrasi, memiliki kepala dapur dari unsur SPPI, telah merekrut relawan, serta melakukan sosialisasi penjamah makanan bersama dinas kesehatan.
"Sangat disayangkan jika program prioritas Presiden ini terhambat oleh kepentingan oknum tertentu. Dengan dalih telah MoU. Di sisi lain, kesiapan teknis seperti dapur SPPG justru belum rampung,” kata guru sekolah yang siswanya belum menerima MBG saat mencoba bertanya kepada media ini.
Dampak Penyimpangan Jabatan Internal Pelaksana Lembaga MBG Pada Satuan Pendidikan Sekolah
Dampak signifikan dirasakan ribuan siswa penerima manfaat di Desa Wotsogo dan Desa Bader yang terpaksa kehilangan hak sementara atas Program MBG.
Selain itu, satuan pendidikan harus menunggu tanpa kepastian kapan peserta didik dapat mulai menikmati menu sehat dari pemerintah, akibat adanya klaim sepihak penandatanganan SPK atau MoU dengan pihak atau dapur tertentu yang statusnya masih dalam proses pembangunan maupun pengajuan.
Kondisi tersebut berimbas pada pelaksanaan program strategis nasional Presiden Prabowo Subianto yang hingga kini belum terserap secara merata di wilayah Jatirogo, Kabupaten Tuban.
Masyarakat Berharap BGN Bertindak Tegas dan Bentuk Pendamping Independen
Masyarakat dan wali murid berharap pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan dan instansi pengawas serta BGN, segera turun tangan mengevaluasi prosedur penunjukan pelaksana program agar tidak terjadi praktik intervensi internal maupun eksternal yang merugikan hak siswa dan penerima manfaat MBG.
"Idealnya ada petugas pendamping khusus yang di bentuk, untuk mengawasi kinerja mereka yang punya kewenangan lebih di program pak Prabowo Subianto ini," jelas mahasiswa asal Jatirogo, Edi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak-pihak yang disebut melakukan intervensi belum memberikan keterangan resmi terkait alasan percepatan penandatanganan SPK di tengah ketidaksiapan infrastruktur dapur dan tata kelola pembagian penerima manfaat. (*)
