KETIK, MALANG – Sebanyak 365 ekor dilepaskan pada akhir acara Roadshow Malang Bumi Berseru Fest (BBF) 2025 pada Sabtu, September 2025 di Pantai Bajul Mati Malang, Jawa Timur.
Pelepasan ratusan tukik ini menjadi salah satu momen yang paling ditunggu-tunggu para volunteer BBF 2025.
Saat tukik-tukik dilepaskan, beberapa volunteer BBF bersorak ria menyemangati tukiknya agar segera disapu ombak. Sorakan lantang itu disusul lain, seolah-olah anak-anak penyu itu sedang mengikuti lomba lari.
“Joy! Ayo Joy! Kamu jangan sampai kalah sama sampingmu,” teriak salah satu volunteer di ujung kiri barisan kepada tukiknya yang diberi nama Joy, usai keluar dari wadah sementara berupa tempurung kelapa.
Sebelum dilepas, setiap volunteer menerima satu tukik dari konservator BSTC di kolam isolasi. Kemudian mereka langsung diarahkan panitia ke area pantai yang sudah diberi garis pembatas.
Setiap volunteer dilarang melampaui garis yang akan menjadi start pelepasan penyu-penyu kecil. Tak terkecuali panitia, seluruh elemen yang ada di pantai tidak diizinkan melewati garis putih demi keamanan selama proses berlangsungnya pelepasan tukik.
Tukik Lekang yang dilepaskan dalam Roadshow Malang BBF 2025 di BSTC. (Foto: Alifia Kurnia Putri)
Pihak Bajulmati Sea Turtle Conservation (BSTC) menjelaskan, tidak semua tukik bisa langsung dilepaskan. Ada syarat yang harus dipenuhi sebelum akhirnya dilepasliarkan ke laut lepas.
Di antaranya, lolos uji kesehatan dan telah mengikuti karantina selama 2 minggu di kolam khusus.
“Ya. Mereka harus lolos kesehatan dan menjalani karantina 2 minggu di kolam,” kata Humas BSTC, Tientus.
Jenis Penyu yang dilepaskan dalam kegiatan ini adalah Penyu Lekang. “Kebetulan yang paling banyak mendarat disini Penyu Lekang, jadi kita ga milih-milih jenis penyu apa yang mau dilepas,” tutur Tientus yang juga pemateri Sekolah Alam dalam Acara Roadshow Malang BBF 2025.
Penyu berwarna abu-abu ini merupakan salah satu dari tujuh jenis penyu di dunia. Indonesia memiliki enam jenis dan lima di antaranya terdapat di pesisir Malang Selatan yang terkenal dengan julukan Ibu Kota Penyu. Karena itu, wilayah ini dijuluki Ibu Kota Penyu.
Tientus menambahkan, tidak hanya penyu yang perlu diselamatkan dan dilindungi, tetapi segala sesuatu yang ada di alam sekitar juga harus dijaga.
“Gak muluk-muluk. Harapan saya semua manusia menyadari pentingnya menjaga alam, karena bukan alam yang tergantung manusia, namun manusia lah yang tergantung alam,” katanya. (*)