KETIK, BATU – Delapan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang beroperasi di Kota Batu menjadi perhatian serius Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menyusul tingginya produksi sampah dapur yang mencapai 1,5 hingga 1,6 ton per hari.
DLH Kota Batu menegaskan seluruh dapur SPPG wajib mengelola sampahnya secara mandiri dan tidak bergantung pada fasilitas pengelolaan sampah publik. Pasalnya, tambahan timbulan sampah dari dapur berskala besar tersebut dinilai berpotensi membebani sistem pengelolaan sampah desa dan kelurahan.
Kepala DLH Kota Batu, Dian Fachroni, mengatakan dorongan agar SPPG memiliki sistem pengolahan limbah sendiri telah disampaikan sejak awal operasional. Langkah itu bertujuan menjaga agar Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) tetap fokus melayani sampah rumah tangga warga.
“Prinsipnya, kami telah mendorong pengolahan sampah mandiri di tiap SPPG,” tegas Dian, Senin, 22 Desember 2025.
Namun, kenyataannya sebagian besar dapur SPPG justru bekerja sama dengan TPS3R terdekat. Menurut Dian, praktik ini menambah beban baru bagi sistem pengelolaan sampah kota.
Mayoritas sampah yang dihasilkan merupakan limbah organik sisa bahan makanan dan kegiatan dapur. Meski tergolong mudah diolah, volumenya yang besar mulai membuat sejumlah TPS3R kewalahan.
“Dari segi beban, timbulan sampah SPPG bisa mencapai 1,5 hingga 1,6 ton per hari. Ada TPS3R yang sudah cukup terbebani dengan tambahan ini,” ujarnya.
Dian menekankan bahwa fungsi utama TPS3R adalah melayani warga. Kehadiran operasional skala besar seperti SPPG seharusnya tidak mengganggu layanan tersebut.
“Jika sampah SPPG dikelola secara mandiri, TPS3R dapat difokuskan untuk warga. Biaya operasional pengelolaan sampah juga bisa lebih efisien,” jelasnya.
Secara keseluruhan, sekitar 70 persen timbulan sampah di Kota Batu telah ditangani TPS3R, Bank Sampah Unit, dan fasilitas pengolahan lainnya. Namun, masih tersisa 10-15 ton sampah per hari yang belum tertangani optimal, terutama dari sektor usaha. Kontribusi sampah dari SPPG dikhawatirkan memperparah kondisi ini.
Sebagai solusi berkelanjutan, DLH mendorong penerapan pengolahan limbah mandiri di setiap SPPG, misalnya dengan menggunakan biodigester. Teknologi ini dinilai efektif mengurai limbah organik melalui proses biologis, sehingga mengurangi volume sampah yang harus dibuang.
“SPPG seharusnya mampu mengolah limbah makanannya sendiri. Ini merupakan bagian dari tanggung jawab lingkungan yang harus dijalankan,” pungkas Dian.(*)
