KETIK, ACEH SINGKIL – Keputusan Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Singkil menghentikan penyelidikan kasus dugaan mark-up kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dengan Universitas Gadjah Mada (UGM), memicu kritik.
Salah satunya berasal dari Forum Mahasiswa Aceh Singkil (Formas) yang menyoroti penangana kasus senilai Rp 3,25 miliar yang bersumber dari APBD tahun 2018 ini.
Ketua Formas, Ahmad Fadil Lauser Melayu, menilai alasan penghentian kasus karena meninggalnya salah satu Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek tersebut, dinilai cukup janggal.
"Itu bukanlah dalih yang sah secara hukum, apalagi menyangkut perkara tindak pidana korupsi," kata Fadil, Rabu, 23 Juli 2025, di Pulo Sarok.
“Kami sangat menyayangkan keputusan ini. Hukum tidak boleh berhenti hanya karena satu orang yang terlibat sudah tiada. Proyek ini didanai dari uang rakyat, dan tanggung jawabnya tidak hanya pada satu pejabat. Ada struktur, ada tim pelaksana, ada pengguna anggaran, dan semua itu harus diperiksa,” tegasnya.
Karena itu, Formas mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh segera mengambil alih kasus ini, mengingat Kejari Aceh Singkil dinilai tidak mampu menyelesaikannya secara tuntas.
Ia menyebutkan, dasar hukum pengambilalihan ini sangat jelas, yakni merujuk pada pasal 20 Ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, yang memberikan kewenangan Kejati untuk melakukan pengawasan dan mengambil alih perkara jika diperlukan demi kepentingan hukum.
Serta Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi jelasnya.
Fadil juga mempertanyakan mengapa hasil audit Inspektorat Aceh Singkil yang menemukan indikasi penyimpangan hingga kini belum diserahkan ke Kejari atau ditindaklanjuti secara hukum. Padahal hasil audit tersebut merupakan dasar penting untuk membuka penyelidikan lebih luas.
“Kami menolak cara-cara manipulatif dalam penegakan hukum. Jika ini dibiarkan, maka hari ini satu kasus dihentikan karena PPTK meninggal, besok-besok semua perkara korupsi bisa dimatikan begitu saja. Ini preseden buruk bagi hukum di Aceh Singkil,” ujarnya.
Ia mengaku, dalam waktu dekat akan menyurati Kejati Aceh secara resmi dan siap membawa kasus ini ke ranah nasional jika penanganannya terus mandek.
"Kita juga akan membuka posko laporan publik bagi masyarakat yang ingin menyampaikan keterangan tambahan terkait kerja sama tersebut, " pungkasnya. (*)