KETIK, MALANG – Kasus pernikahan dini di Kota Malang, Jawa Timur, menunjukkan tren penurunan dengan 92 kasus sepanjang tahun 2024. Meski demikian, kehamilan di luar nikah masih menjadi salah satu pemicu utama terjadinya pernikahan di bawah umur.
Wakil Wali Kota Malang, Ali Muthohirin, menjelaskan bahwa angka ini menurun signifikan dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 126 kasus.
"Target kami tentu bebas pernikahan anak atau ada kategori pernikahan bagi usia khusus yang sudah dianggap matang supaya dampaknya bisa dikurangi," ujar Ali Muthohirin, Kamis, 10 Juli 2025.
"Kami juga berupaya menghindari, bahwa catatan di KUA selama ini menunjukkan banyak pernikahan anak terjadi karena faktor kehamilan di luar nikah," Ia menambahkan.
Dari 92 kasus pernikahan dini, mayoritas ditemukan di Kecamatan Kedungkandang. Kasus ini, menurut Ali Muthohirin, tidak terlepas dari rendahnya kesadaran orang tua, faktor ekonomi, serta minimnya pemahaman agama di masyarakat.
"Masih ada keyakinan di tengah masyarakat kalau sudah baligh ya harus secepatnya menikah supaya tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan atau melanggar etika agama," ujarnya.
Ali Muthohirin menjelaskan bahwa dorongan orang tua untuk menikahkan anaknya tanpa mempertimbangkan kesiapan emosional maupun ekonomi, seringkali menjadi bumerang. Ia mencontohkan keyakinan bahwa menikah dapat meningkatkan ekonomi justru berpotensi menimbulkan masalah baru.
"Dianggap menikah dapat meningkatkan ekonomi, tapi malah menumbuhkembangkan generasi kemiskinan. Ini menjadi penyebab perceraian yang tinggi juga, karena belum matang secara emosional dalam mengarungi rumah tangga," terangnya.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos-P3AP2KB) Kota Malang, Kenprabandari Aprilia, menyatakan bahwa sosialisasi secara konvensional harus diperbarui. Pihaknya sedang mencari metode sosialisasi yang lebih tepat dan efektif.
"Di Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2025 atau di (APBD) tahun 2026 nanti, kami akan mencoba metode yang lebih tepat. Sosialisasi saja tidak cukup, harus ada kolaborasi lintas lembaga supaya kegiatan ini bisa efektif," ujarnya.
Program edukasi sebenarnya telah dilakukan, namun pendekatan yang lebih menyentuh masyarakat masih perlu ditingkatkan.
"Mungkin bisa melalui metode yang lebih interaktif seperti nonton bareng (nobar) film yang bertema dampak pernikahan anak. Supaya mereka bisa merasakan dan memahami dari sisi emosional," pungkasnya.(*)