KETIK, SURABAYA – Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur menetapkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang penggunaan sound horeg. Penetapan fatwa ini didasari adanya permohonan dari masyarakat pada 3 Juli 2025, serta munculnya pro dan kontra yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal.
Selain itu, terdapat petisi penolakan terhadap sound horeg yang telah ditandatangani oleh 828 orang per tanggal 3 Juli 2025.
Fatwa ini dibuat setelah Komisi Fatwa MUI Jatim mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk ayat Al-Qur'an dan Hadits yang melarang perbuatan merusak, menyakiti orang lain, dan mencampurkan kebenaran dengan kebatilan. Selain itu, fatwa ini juga didukung oleh data lapangan yang menunjukkan dampak negatif dari penggunaan sound horeg.
Poin-Poin Penting Fatwa:
- Dampak Negatif: Fatwa ini mencatat bahwa sound horeg dapat mencapai volume 120-135 desibel (dB) atau lebih, jauh melebihi batas aman yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 85 dB untuk paparan selama 8 jam. Tingkat kebisingan ini dapat menyebabkan dampak negatif, seperti:
- Gangguan pendengaran
- Kecemasan dan gangguan kesehatan
- Gangguan aktivitas belajar
- Potensi kerusakan bangunan akibat getaran
- Pelanggaran Norma: Penggunaan sound horeg sering kali digunakan dalam acara-acara yang melibatkan tarian, joget bebas, serta campur baur antara laki-laki dan perempuan (ikhtilath) yang dilarang dalam syariat Islam.
- Hukum Fikih: Fatwa ini mengacu pada kaidah fikih yang menyatakan bahwa bahaya harus dicegah dan dihilangkan. Selain itu, penggunaan hak tidak boleh merugikan orang lain, dan jika melampaui batas kewajaran, pelakunya wajib menanggung kerugian yang ditimbulkan.
Unduh atau download Fatwa MUI Jatim tentang sound horeg klik [di sini]. (*)