KETIK, MALANG – Mbah Honggo, salah satu tokoh sepuh yang dihormati warga Kampung Heritage Kayutangan, menjadi titik bersejarah yang masih terjaga di tengah kawasan wisata Kota Malang yang terkenal.
Terletak di dekat pintu masuk, Makam ini memberikan jejak sejarah perjalanan awal mula adanya Kampung Kayutangan. Selain menjadi petuah yang dihormati, Makam Mbah Honggo menjadi destinasi budaya sakral dari kampung tersebut.
Lokasi Makam Mbah Honggo terletak di Jalan Basuki Rahmat Gang 4 RT 01 RW 09, Kelurahan Kauman, Malang.
Bedasarkan papan informasi di makam tersebut, dulunya, kawasan ini adalah komplek besar para sesepuh keturunan Adipati Malang, dan juga menjadi pemakaman yang luas hingga belakang Masjid Jami' Kota Malang.
Mbah Honggo sebagai sesepuh Kampung Kayutangan ini memiliki sejarah hingga sampai bersemayam di kampung ini.
Mbah Honggo dulunya adalah Pangeran Honggo Koesoemo. Beliau merupakan guru spiritual Bupati Malang pertama, yakni R. A. A Notodiningrat. Beliau dikenal sebagai ulama yang digemari banyak orang dan hidup pada abad ke-8 Masehi.
Berdasarkan buku yang berjudul "Wawancarita Kesejarahan Desa-Desa Kuno di Kota Malang" yang ditulis oleh sejarawan M. Dwi Cahyono (2013) bahwa Mbah Honggo berada di Jawa Timur sejak tahun 1830-an.
Pada tahun 1518 dan 1521 terjadi penyerangan oleh Kerajaan Demak kepada Kerajaan Majapahit yang Adipati Unus menjadi pemimpin.
Kerajaan Majapahit kala itu dipimpin oleh Prabu Brawijaya. Serangan dari Kerajaan Demak ini membuat seluruh keluarga Kerajaan Majapahit diharuskan mundur ke Sangguruh dan lanjut mengungsi ke Pulau Bali.
Setelah serangan tersebut, anggota Kerajaan Majapahit melarikan diri ke daerah yang berbeda-beda. Salah satunya Batoro Kantong, Putra Prabu Brawijaya yang pergi ke Ponorogo pada tahun 1535 dan diangkat menjadi Adipati Ponorogo.
Adipati Ponorogo memiliki keturunan yang dikenal Kandjeng Soero Adimerto sebagai nama turun menurun dan hidup pada masa perjuangan Pangeran Haryo (BPH) Diponegoro serta menyamar untuk menyelamatkan diri dari Belanda.
Sejak saat itu, Pangeran Soero Adimerto mengganti nama menjadi Ki Ageng Peroet, Pangeran Honggo Koesoemo menjadi Mbah Honggo, dan Ulama besar Kandjeng Kyai Zakaria II menjadi Mbah Djogo (Kuning kawi, keturunan langsung Pangeran Diponegoro).
"Setelah Pangeran Diponegoro wafat, Senopatinya atau anak buah istilahnya disebar di Jawa Timur, ada 7 orang, salah satunya yang di Kota Malang itu Mbah Honggo jadi satu golongan sama Mbah Gribig sama Mbah Batu," jelas Mila Kurniawati selaku Ketua Pokdarwis Kampung Heritage Kayutangan.
"Setelah itu Mbah Honggo yang membuka lahan di sini ya otomatis kalau meninggal pun juga tetap tinggal di sini sehingga dimakamkan ya juga di sini," imbuhnya.
Bagi wisatawan yang ingin mengetahui makam Mbah Honggo, bisa berkunjung ke Kampung Heritage Kayutangan. Destinasi wisata ini ternyata memiliki peninggalan sejarah yang sangat menarik.(*)
