KETIK, PACITAN – Jaket tebal kini menjadi barang wajib bagi warga Pacitan saat beraktivitas di pagi dan malam hari.
Dalam beberapa hari terakhir, suhu udara di wilayah ini turun drastis hingga menyentuh 19 derajat Celsius.
Hawa dingin yang menusuk tulang pun membuat banyak warga mengeluhkan perubahan cuaca yang terasa lebih ekstrem dibanding biasanya.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Pacitan, Radite Suryo Anggoro, menjelaskan bahwa suhu dingin yang dirasakan merupakan fenomena yang lazim terjadi setiap musim kemarau.
Ia menyebutkan bahwa kondisi ini sudah menjadi pola rutin tahunan di wilayah selatan khatulistiwa seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
“Cuaca dingin yang dirasakan masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah selatan khatulistiwa, sebenarnya merupakan hal yang wajar dan terjadi setiap musim kemarau, yakni sekitar bulan Juli hingga September,” terang Radite, Jumat, 11 Juli 2025.
Ia menjelaskan, penurunan suhu ini berkaitan dengan peralihan musim ke kemarau yang ditandai dengan dominasi angin timuran atau Monsoon Australia.
Angin ini membawa udara yang cenderung kering dan bersuhu rendah.
Selain itu, kondisi langit yang cerah selama malam hari turut mempercepat pelepasan panas dari permukaan bumi ke atmosfer, sehingga suhu udara menjadi lebih rendah saat dini hari.
Radite juga menambahkan bahwa hujan yang masih turun di beberapa wilayah turut memperkuat rasa dingin yang dirasakan masyarakat.
Hujan membawa massa udara dingin dari awan ke permukaan dan menghalangi pemanasan sinar matahari di siang hari.
Menurutnya, suhu dingin seperti ini diperkirakan akan berlangsung hingga September mendatang, dengan puncak musim kemarau terjadi pada bulan Agustus.
"Kami mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan waspada terhadap potensi cuaca ekstrem selama periode kemarau ini," ucapnya.
Diketahui, fenomena dingin saat ini tidak hanya terjadi di Pacitan saja. Beberapa wilayah lain di Indonesia, terutama yang berada di dataran tinggi dan kawasan selatan khatulistiwa, juga mengalami penurunan suhu serupa sejak awal Juli.
BMKG mencatat bahwa suhu minimum nasional banyak terjadi di kawasan-kawasan tersebut.
Di tengah kondisi ini, sebagian masyarakat mengaitkan suhu dingin pada bulan Juli ini dengan fenomena aphelion, yaitu saat Bumi berada pada titik terjauh dari Matahari.(*)