KETIK, SITUBONDO – Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Situbondo, Huda Hazamal mengingatkan kepada para kepala desa, bahwa penyalahgunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) bisa diproses secara hukum pidana. Hal itu ia sampaikan dalam kegiatan peningkatan kapasitas kepala desa se-Kabupaten Situbondo yang digelar di aula Kantor Desa Poka’an, Kecamatan Kapongan, pada Selasa, 14 Oktober 2025.
Dalam sesi tersebut, Huda menyoroti pentingnya tata kelola keuangan desa yang transparan dan akuntabel. Ia menjelaskan berbagai regulasi terkait penggunaan dan pertanggungjawaban dana desa, termasuk panduan hukum agar proses pengadaan barang dan jasa di tingkat desa berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
“Dalam merancang peraturan desa, perlu diperhitungkan secara matang agar tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Kepala desa juga perlu melibatkan tenaga profesional agar penggunaan anggaran tepat sasaran,” ujar pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah ini.
Huda juga menekankan, upaya pencegahan penyalahgunaan dana desa dan praktik korupsi harus dilakukan sejak dini melalui peningkatan kapasitas aparatur desa.
“Kegiatan seperti ini menjadi sarana untuk memberikan bekal pemahaman hukum kepada para kepala desa. Dengan pengetahuan yang memadai, mereka akan lebih transparan, akuntabel, dan mampu mengelola keuangan desa secara terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Selain berperan dalam penegakan hukum, Huda menjelaskan bahwa jaksa juga dapat berfungsi sebagai konsultan atau pendamping hukum bagi pemerintah desa.
“Pendampingan dari jaksa bertujuan agar program-program desa berjalan sesuai aturan dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Huda mencontohkan program Jaga Desa, yang telah diterapkan di berbagai daerah di Indonesia. Program tersebut merupakan bentuk pendampingan hukum yang dilakukan secara langsung kepada perangkat desa.
Pendekatan ini, kata dia, bertujuan menciptakan pemerintahan desa yang bersih, bebas korupsi, serta taat terhadap aturan hukum.
Huda juga menegaskan bahwa tindak pidana korupsi (tipikor) diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Hanya ada dua pasal utama yang menjadi dasar jeratan hukum bagi pelaku korupsi, yaitu Pasal 2 dan Pasal 3. Keduanya mengatur perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara, serta penyalahgunaan kewenangan untuk keuntungan pribadi,” jelas Huda.
Ia menegaskan, siapa pun yang terbukti melakukan korupsi akan dijerat sesuai pasal-pasal tersebut.
“Para pelaku tipikor akan dikenai sanksi hukum sesuai ketentuan yang berlaku,” pungkasnya. (*)