KETIK, SORONG – Jaringan Indonesia Positif (JIP) menyoroti dugaan pungutan liar (pungli) terhadap Orang dengan HIV (ODHIV) yang mengakses layanan pengobatan antiretroviral (ARV) di RSUD Sele Be Solu, Kota Sorong. Padahal, obat ARV seharusnya diberikan secara gratis sesuai dengan kebijakan Kementerian Kesehatan.
Sekretaris Daerah JIP, Sonny Laratmasse, mengungkapkan bahwa dugaan pungli ini terjadi pada 1 Agustus 2025. Pasien ODHIV dikenakan biaya Rp50.000 saat mengambil obat ARV. Pihak rumah sakit beralasan biaya tersebut berdasarkan Surat Edaran Nomor: 400.7.3.1/053/VI/2024 tentang Retribusi Layanan Kesehatan, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Retribusi Layanan Kesehatan.
"Ada teman-teman (ODHIV) mau ambil obat ARV, begitu datang, ditimbang, dan dicek darahnya setelah itu disuruh bayar ke kasir lima puluh ribu rupiah. Bukti kuitansinya ada," kata Sonny Laratmasse, Rabu, 24 September 2025.
Namun, Sonny menemukan kejanggalan pada keterangan di kuitansi. Saat dikonfirmasi, petugas medis menyatakan biaya itu untuk "jasa sarana dan prasarana," tetapi kuitansi yang diterima pasien mencantumkan "jasa konsultasi medis."
"Kok jawaban petugas medis berbeda dengan kuitansi yang kami dapat dari teman-teman ODHIV, dalam kuitansi tersebut tertulis keterangan jasa konsultasi medis," lanjutnya.
Menindaklanjuti temuan ini, JIP bersama beberapa perwakilan komunitas dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkait HIV/AIDS melakukan audiensi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sorong. Mereka bertemu dengan Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2M), Jeny Isir.
"Hasil dari pertemuan itu kami disuruh mengikuti kebijakan Rumah Sakit Sele Be Solu dari peraturan yang ada," ungkap Sonny.
Sonny juga menjelaskan bahwa pihaknya telah menemui bagian hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kota Sorong untuk mengkaji Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2025 tentang Retribusi Layanan Kesehatan. Mereka disarankan untuk mengirimkan surat kepada Dewan Pengawas RSUD Sele Be Solu.
"Kami sudah surati, namun belum ada tanggapan sampai hari ini, meski surat tersebut sudah dikirim dari tanggal 2 September 2025. Bahkan tembusan kepada Dinkes, Assiten 2 , Kepala BPKAD juga Bagian Hukum Setda Kota Sorong,” jelasnya.
Terpisah, Kabid P2M Dinkes Kota Sorong, Jeny Isir, membenarkan bahwa obat ARV selama ini dilayani secara gratis.
“Bukan untuk pembayaran obat ARV, tetapi jasa pelayanan," kata Jeny Isir.
JIP berharap pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini agar kejadian serupa tidak terulang, mengingat obat ARV seharusnya dapat diakses secara gratis karena disubsidi oleh pemerintah pusat. (*)