Jelang 20 Tahun MoU Helsinki, Mus Seudong Desak Pemerintah Akui Bendera Aceh

12 Agustus 2025 17:44 12 Agt 2025 17:44

Thumbnail Jelang 20 Tahun MoU Helsinki, Mus Seudong Desak Pemerintah Akui Bendera Aceh
Imum KPA Wilayah Blangpidie, Tgk Mustiari. (Foto: Dok Pribadi)

KETIK, ACEH BARAT DAYA – Menjelang peringatan dua dekade penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005, Imum Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Blangpidie, Tgk. Mustiari atau Mus Seudong, menegaskan agar pemerintah tidak mengingkari isi perjanjian damai tersebut.

Dalam pernyataannya di Blangpidie, Selasa, 12 Agustus 2025, Mus Seudong menyoroti khusus persoalan pengakuan bendera Aceh yang hingga kini belum tuntas. Menurutnya, bendera merupakan hak rakyat Aceh sebagaimana diatur dalam MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

“Pemerintah jangan khianati damai Aceh. MoU Helsinki adalah kesepakatan nasional dan internasional. Kita harus menghormatinya, termasuk soal bendera Aceh,” tegasnya.

MoU Helsinki memberi Aceh otonomi khusus, termasuk hak memiliki lambang dan bendera daerah. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 telah mengatur hal tersebut, namun implementasinya masih tertahan karena pemerintah pusat menilai desain bendera mirip bendera GAM.

Mus Seudong menilai alasan itu tidak seharusnya menjadi penghalang jika pemerintah konsisten pada perjanjian damai. Ia mengingatkan, bendera bukan ancaman bagi NKRI, melainkan simbol identitas dan penghormatan terhadap status Aceh sebagai daerah istimewa.

“Kalau bendera saja tidak bisa diselesaikan, bagaimana kita bisa percaya butir-butir lainnya akan dijalankan?” ujarnya.

Peringatan 20 tahun MoU, kata Mus Seudong, harus menjadi momentum evaluasi, bukan sekadar seremoni. Ia menyerukan dialog konstruktif antara pemerintah pusat dan pihak Aceh demi mencari solusi adil terkait simbol daerah.

Mus Seudong menegaskan pihaknya bersama mantan kombatan KPA dan tokoh masyarakat siap mengawal perdamaian, asalkan pemerintah menepati janji yang telah disepakati.

MoU Helsinki lahir setelah konflik bersenjata panjang yang menelan ribuan korban jiwa. Perjanjian itu memuat 11 poin utama, termasuk penghentian permusuhan, penarikan pasukan non-organik, pembebasan tahanan politik, pembentukan partai lokal, hingga hak bendera dan lambang daerah. Dua dekade berlalu, sejumlah poin masih menjadi pekerjaan rumah, salah satunya pengakuan bendera Aceh. (*)

Tombol Google News

Tags:

GAM Gerakan Aceh Merdeka Bendera GAM MoU Helsinki Bendera Aceh Damai Aceh Aceh Damai