KETIK, YOGYAKARTA – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merampungkan proses penyidikan dan resmi menyerahkan dua tersangka tindak pidana perpajakan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Yogyakarta.
Pelimpahan Tahap II, berupa penyerahan tersangka dan barang bukti, dilakukan Rabu, 26 November 2025. Langkah ini menegaskan penerapan prinsip ultimum remedium dalam penegakan hukum pajak pada kasus CV GSI, dengan total kerugian negara mencapai Rp 774.099.546.
Konferensi pers di Kantor Kejari Yogyakarta dihadiri Kajari Yogyakarta Hartono SH MH, Kepala Kanwil DJP DIY Dra. Erna Sulistyowati MT, Dirreskrimsus Polda DIY AKBP Prof. Dr. Saprodin SH MH, serta Koordinator Pidsus Kejati DIY Angga Dhielayaksya SH MH.
Modus dan Kerugian
Kasus ini menjerat JBA, laki-laki yang berperan sebagai owner sekaligus direktur CV GSI, perusahaan yang bergerak di bidang event organizer (EO), serta RR YAP, seorang konsultan pajak. Tindak pidana perpajakan ini berlangsung antara Januari 2018 hingga Februari 2019.
Kepala Kanwil DJP DIY, Erna Sulistyowati, menjelaskan bahwa modus para tersangka dilakukan dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Masa PPN, menyampaikan SPT dengan isi yang tidak benar atau tidak lengkap, serta tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut. YAP, selaku konsultan pajak, bahkan diduga mengambil PPN tersebut dan memakainya untuk keperluan pribadi sehari-hari.
"Tersangka YAP sebagai konsultan pajak diduga mengambil PPN yang telah dipungut dan tidak disetorkan ke negara. Namun justru digunakan untuk kepentingan pribadi sehari-hari," terangnya.
Rincian kerugian negara dalam kasus ini berasal dari kedua tersangka. Kerugian akibat tindakan JBA melalui CV GSI tercatat sebesar Rp 309.849.680, sementara kerugian yang ditimbulkan YAP mencapai Rp 464.249.366. Total kerugian negara pun menjadi Rp 774.099.546. Nilai ini meningkat menjadi Rp 3.096.398.184 setelah dikenakan sanksi administrasi tiga kali lipat dari jumlah kerugian.
Prinsip Ultimum Remedium
Kepala Kanwil DJP DIY, Erna Sulistyowati, menegaskan bahwa penegakan hukum dalam kasus ini berlandaskan prinsip bahwa tindak pidana pajak di Indonesia merupakan ultimum remedium (upaya terakhir), bukan tindakan yang otomatis diterapkan.
Prinsip tersebut menempatkan sanksi pidana sebagai langkah paling akhir setelah sanksi administratif dan upaya penagihan dianggap tidak lagi memadai. Tujuannya untuk memulihkan kerugian negara sekaligus mendorong kepatuhan wajib pajak.
Konsep inilah yang membuat proses penanganan kasus berlangsung panjang, termasuk dalam perkara ini yang memerlukan waktu tujuh tahun sejak analisis awal, penyelidikan, hingga sampai pada tahap penyidikan.
"Tujuan kita adalah mengambil uang negara yang ditilep. Kerugian pada pendapatan negara mencapai Rp774.099.546. Jika wajib pajak melunasi pajak yang terutang maka penuntutan dapat dihentikan yang artinya tahap ini akan dihentikan," jelas Erna.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Yogyakarta, Hartono, menambahkan bahwa proses hukum kasus perpajakan memang unik karena tersangka dapat menghindari penahanan jika pajak yang terutang dilunasi selama tahap penuntutan, meskipun proses pengadilan tetap berjalan.
"Nasib tersangka tergantung hasil pemeriksaan jaksa penuntut umum akan ditahan atau tidaknya. Tergantung mau membayar tunggakan pajak atau tidak," tegas Hartono.
Ia juga menegaskan bahwa para tersangka dijerat dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) melalui Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d juncto Pasal 43 ayat (1) ATAU Pasal 39 ayat (1) huruf i juncto Pasal 43 ayat (1).
Sedangkan terkait proses penyidikan Dirreskrimsus Polda DIY AKBP Saprodin menjelaskan peranan kepolisian dalam kasus tindak pidana perpajakan. Ia mengatakan bahwa Penyidik Polri di Polda DIY bertindak sebagai Koordinator Pengawas (Korwas) terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Penyidik utamanya adalah PPNS DJP, yang memiliki wewenang khusus (lex specialis) di bidang perpajakan.
Peran Korwas Polri, lanjut Saprodin, meliputi memberikan bantuan teknis dan dukungan kepada penyidik PPNS. Penyerahan berkas perkara dari PPNS kepada penuntut umum (Kejaksaan) sering kali dilakukan bersama-sama dengan tim Korwas Polda setelah berkas dinyatakan lengkap (P-21). Selain itu, surat pengantar untuk memulai penyidikan oleh PPNS juga memerlukan koordinasi melalui Korwas PPNS di Ditreskrimsus Polda.
"Jadi, penyidik Polda tidak melakukan penyidikan kasus pajak secara mandiri pada tahap awal, melainkan menjalankan fungsi koordinasi dan pengawasan untuk memastikan proses penyidikan oleh PPNS sebagai penyidik utama kasus perpajakan berjalan sesuai KUHAP dan ketentuan yang berlaku," pungkasnya
Kabar Terkini
Terpisah, saat dikonfirmasi Rabu sore, 26 November 2025, Kasi Pidsus Kejari Yogyakarta Suherman SH MH menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan JPU Tindak Pidana Khusus (Pidsus) memutuskan penahanan terhadap Tersangka RR YAP di Lapas Perempuan Kelas II B Wonosari.
Sementara itu, Tersangka JBA tidak ditahan karena telah membayar dan melunasi seluruh kerugian pada pendapatan negara berikut sanksinya, dengan total pembayaran Rp1.239.398.720. (*)
