KETIK, MALANG – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang turut mendukung realisasi dan percepatan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 tentang penanganan sampah perkotaan melalui pengolahan sampah menjadi energi terbarukan.
Sekretaris Utama Kementerian Lingkungan Hidup, Vivien Ratnawati dalam sosialisasi pada 21 Oktober 2025 di Jakarta sempat menyampaikan beberapa hal yang harus disiapkan oleh pemerintah daerah. Salah satunya dengan menyiapkan lahan minimal 5 hektare.
"Pemda berperan dalam menyediakan lahan minimal seluas 5 hektar sesuai tata ruang dan bebas sengketa, menjamin pasokan sampah minimal 1.000 ton per hari. Hal itu, dapat diperoleh melalui sistem aglomerasi antar wilayah," ujar Vivien.
Selain itu masing-masing pemda harus menyiapkan anggaran untuk pengumpulan maupun pengangkutan sampah. Dokumen perencanaan pun harus disiapkan berupa Rencana Induk Pengelolaan Sampah (RIPS) sebagai dasar kesiapan teknis dan administratif.
"Skema pembiayaan dan pelaksanaan proyek dikelola ole Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Proses lelang, studi kelayakan (Pra-FS), dan penunjukan badan usaha pelaksana dilakukan secara terpusat di bawah Danantara. Sedangkan Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) yang dilakukan langsung antara PLN dan Danantara," jelasnya.
Sebelumnya, Plh Kepala DLH Kota Malang, Gamaliel Raymond Hatigoran sempat menjelaskan telah menyiapkan persyaratan yang dibutuhkan untuk pengolahan sampah menjadi energi terbarukan di TPA Supit Urang. Baik untuk opsi Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) maupun Refuse-Derived Fuel (RDF) yang dikelola melalui Local Service Delivery Improvement Program (LSDP).
"Kita sudah siapkan lokasi, syarat untuk masing-masing opsi. Nanti penentuan di pemerintahan pusat. Kita serahkan ke pusat, bukan kita yang memutuskan," ujarnya.
Lokasi PSEL pun harus berada di area bebas banjir dan memiliki ketersediaan air maupun listrik. Selain itu lokasi tersebut harus berjarak maksimal 50 kilometer dari wilayah aglomerasi sumber sampah.
Sedangkan proses perizinan PSEL masih mengacu pada Peraturan Menteri LHK Nomor 4 Tahun 2021 dengan jenis dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Nantinya proses integrasi dan percepatan perizinan dilaksanakan oleh Kementerian LH dan BPI Danantara.
Wakil Menteri LH, Diaz Hendropriyono menjelaskan bahwa program tersebut untuk menjawab tantangan pencemaran dan tata kelola sampah melalui penerapan Waste to Energy (WTE). Terlebih dalam mendukung ketahanan pangan nasional, penting untuk memastikan ketersediaan air bersih dengan menanggulangi pencemaran dan penata kelolaan sampah.
"WTE tidak hanya mengurangi timbulan sampah, tetapi juga menghasilkan energi terbarukan bagi masyarakat," jelas Diaz.(*)