KETIK, BONDOWOSO – Polemik kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bondowoso kembali mencuat. Meski sudah digelontor penyertaan modal dan subsidi dengan total mencapai Rp38 miliar, perusahaan plat merah ini belum sekalipun menyetor Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir, menegaskan bahwa sejak berdiri pada 1998, PDAM terus mendapatkan subsidi. Hingga tahun 2025, nilai subsidi sudah tembus Rp14 miliar, ditambah penyertaan modal sekitar Rp24 miliar. Tahun ini saja, PDAM kembali menerima subsidi Rp1 miliar.
“Penyertaan modal dan subsidi itu dua hal berbeda. Tapi faktanya, meskipun pernah tercatat ada keuntungan Rp530 juta, tidak ada setoran ke PAD. Semua keuntungan dikelola sendiri oleh PDAM,” ujar Dhafir, Selasa, 2 September 2025.
Menurutnya, alasan klasik yang digunakan PDAM adalah aturan mengenai kewajiban setoran PAD baru berlaku jika pelanggan sudah mencapai 70 persen dari total penduduk. Namun, ia menilai ketentuan itu tidak realistis.
“Sampai kapan pun pelanggan PDAM tidak akan pernah menyentuh angka 70 persen di Bondowoso. Jadi dengan aturan itu, setoran PAD akan selalu nol,” ungkapnya.
Sebagai solusi, Dhafir mendorong eksekutif segera merampungkan perubahan status PDAM menjadi Perusahaan Daerah (Perusda) Ijen Tirta. Perubahan ini sudah diajukan sejak November 2022 dan akan membawa konsekuensi pemisahan struktur serta sistem pengelolaan.
“Kalau sudah jadi Perusda, tidak ada lagi alasan menunggu pelanggan 70 persen. Tapi sebelum itu, kami minta ada audit dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Bukan dari akuntan publik yang sudah jadi mitra PDAM,” tegasnya.
Audit tersebut, lanjut Dhafir, penting untuk memastikan kejelasan aset dan besaran modal yang telah disalurkan. Ia menganalogikan perubahan perda ini seperti proses balik nama kendaraan.
“Kalau mobil mau balik nama, bukan cuma STNK dan BPKB yang dibawa, tapi mobilnya juga harus ada. Sama halnya dengan PDAM, sebelum jadi Perusda, asetnya harus jelas dulu,” tandas politisi PKB itu.(*)