Dampak Efisiensi Banyak Hotel Dijual, DPD AREBI: Butuh Dana Segar

21 Juli 2025 22:26 21 Jul 2025 22:26

Thumbnail Dampak Efisiensi Banyak Hotel Dijual, DPD AREBI: Butuh Dana Segar
Hotel dijual karena dampak efisiensi. (Ilustrator: Rihad Humala/Ketik)

KETIK, SURABAYA – Dampak efisiensi anggaran dari pemerintah berdampak pada segala lini, salah satunya usaha perhotelan. Tak banyak aktivitas yang digelar di hotel membuat pengusaha berpikir keras untuk tetap bertahan.

Dewan Pembina Daerah (DPD) Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Jawa Timur, Rudy Sutanto mengatakan, dampak paling terasa adalah banyak hotel-hotel yang dijual.

"Ada titipan hotel yang dijual ke saya, harganya Rp 200 miliar. Itu lokasinya ada di pusat Surabaya," kata Rudy pada Senin, 21 Juli 2025.

Alasan pengusaha hotel menjual unitnya, kata Rudy untuk perputaran uang yang saat ini memang sedang dibutuhkan. Namun, lanjutnya, memang sebelum memutuskan menjual sebuah properti dalam hal ini hotel. Rudy mengungkapkan, pengusaha tersebut sudah melakukan banyak hal.

"Mulai pengurangan karyawan. Terus yang masih dipertahankan itu ada yang dobel kerjanya. Intinya mereka tetap ingin mempertahankannya," terangnya.

Selain hotel, sejumlah beberapa ruko, kata Rudy juga banyak yang mulai dijual karena dua alasan. Pertama untuk investasi dan kedua untuk kebutuhan.

Kondisi ini berbeda dengan properti rumah atau hunian. Wakil Ketua Umum (Waketum) Kamar Dagang dan Industri (KADIN) bidang Properti Jawa Timur, Danny Wahid mengungkapkan, keinginan masyarakat mempunyai rumah masih tinggi.

"Kebutuhan properti itu masih tumbuh, masih 10 persen bahkan bisa sampai 18 persen," katanya beberapa waktu lalu.

Hanya saja untuk bisa mendapatkan properti, masyarakat masih kesulitan karena sejumlah perizinan yang ketat.

"Cuman permasalahannya perusahaannya yang agak ruwet karena dipantau OJK juga. Nanti ketika dislik, akan terbaca track record seseorang itu seperti apa. Pernah pinjol atau paylater, semacamnya atau tidak," ungkapnya.

Menurutnya hal seperti ini tidak perlu dilakukan, OJK lebih fokus kepada keinginan membeli rumahnya saja. "Sebetulnya itu larangan," singkatnya.

Terlebih di Surabaya, minat masyarakat membeli properti masih sangat tinggi. Ia menilai, pertumbuhan ekonomi yang paling signifikan dilihat dari pembangunan properti. Hal ini dikarenakan dari uang pribadi masyarakat bukan negara.

"Ya itu, seharusnya pemerintah kalau sepakat. Pak Prabowo minta pertumbuhan ekonomi 8 persen ya harus dibangun. Harus diubah peraturannya. OJK tidak menakut-nakuti bank atau bank tidak takut sama OJK. Sekarang bank juga enggak bisa landing kredit," ungkap mantan Ketua DPD REI Jatim, 2017-2020 ini. (*)

Tombol Google News

Tags:

hotel properti properti hotel DPD AREBI AREBI Jatim Rudy Sutanto