Cerita Soinah Pacitan, Tinggal Seorang Diri di Rumah Lapuk Tak Layak Huni

24 September 2025 16:31 24 Sep 2025 16:31

Thumbnail Cerita Soinah Pacitan, Tinggal Seorang Diri di Rumah Lapuk Tak Layak Huni
Nenek Soinah saat beristirahat seusai bekerja menganyam tompo demi mencukupi kebutuhan sehari-hari, Rabu, (24/9/2025). (Foto: Al Ahmadi/Ketik)

KETIK, PACITAN – Potret kehidupan tak layak ternyata masih ada di era kini.

Salah satunya dialami oleh Soinah, seorang lansia berusia sekitar 90 tahun asal RT 003/RW 008, Dusun Tanjung, Desa Bangunsari, Kecamatan Bandar, Kabupaten Pacitan.

Sehari-hari, Soinah hidup seorang diri di sebuah rumah reyot berbahan bambu.

Bangunan itu berdiri di atas tanahnya, dengan ukuran sekitar 8 x 9 meter.

Kondisinya sangat memprihatinkan.

Tiang bambu yang menopang rumah sudah lapuk dimakan usia, dindingnya mulai keropos, dan atapnya bocor di berbagai sisi.

Saat hujan deras, air dengan mudah menerobos masuk ke dalam rumah.

Lebih miris lagi, rumah itu tak memiliki fasilitas toilet.

Setiap kali ingin buang air besar, Soinah terpaksa pergi ke pekarangan rumah yang cukup beresiko bagi seusianya.

“Kalau buang air besar di area bambu yang saya tutupi plastik hitam. Kadang juga khawatir kalau jatuh, sadar kalau sudah tua,” ucapnya lirih saat ditemui Ketik.com, Selasa, 23 September 2025.

Hidup dari Anyaman Tompo

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Soinah masih berusaha bekerja dengan keterampilan tradisionalnya.

Ia membuat anyaman tompo, wadah dari bambu yang biasa digunakan masyarakat pedesaan untuk tempat beras.

Hasil kerajinannya dijual dengan harga Rp4 ribu per buah. Namun, di usianya yang renta, produktivitasnya tak lagi tinggi.

Dalam 12 hari, Soinah hanya bisa menyelesaikan sekitar 10 anyaman. Total penghasilan hanya berkisar Rp40 ribuan dalam 12 hari.

Pendapatan itu jelas jauh dari cukup. 

Untungnya, Soinah juga mendapat bantuan sosial dari pemerintah sebesar Rp300 ribu.

"Itu hanya cair sekali dalam tiga bulan, tidak bisa diandalkan untuk hidup sehari-hari," ungkapnya.

Bertahan dengan Bantuan Tetangga

Dengan kondisi fisik yang kian renta, Soinah kini lebih banyak bergantung pada kepedulian warga sekitar.

Tetangganya kerap membawakan makanan, sayur, hingga air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

Bahkan, ketika sakit, mereka pula yang mengantarkan Soinah berobat ke dokter.

“Sudah dua bulan ini saya rutin diberi air bersih untuk mandi dan masak. Saya sudah nggak bisa nyari,” tutur Soinah dengan mata berkaca-kaca.

Ironisnya, meski memiliki anak, Soinah jarang mendapatkan perhatian dari mereka.

Ia mengaku nyaris tak pernah dijenguk, bahkan ketika sakit pun tak ada yang menemani.

“Anaknya saya ada, tapi jarang sekali datang. Waktu saya sakit pun tidak ada yang nungguin. Untung tetangga yang mengantar saya ke dokter,” ungkapnya dengan suara bergetar.

Tetangga terdekat, Arif Susanto, mengaku iba dengan kondisi Soinah.

Ia sering menyisihkan uang pribadi untuk sekadar membelikan kebutuhan pokok.

“Kalau saya ada uang Rp20 ribu, ya saya sisihkan untuk bantu beliau beli sayur atau bumbu dapur. Namanya juga tetangga, apalagi beliau sebatang kara,” ujarnya.

Minim Perhatian Pemerintah

Arif menyebut, kondisi Soinah sebenarnya sudah pernah disampaikan ke pihak pemerintah daerah.

Bahkan ada pejabat yang sempat dijanjikan akan meninjau langsung. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut.

“Katanya mau lihat, tapi sampai sekarang tidak pernah datang,” imbuhnya.

Kondisi ini semakin rumit lantaran pemerintah desa setempat tidak bisa berbuat banyak.

Kepala desa yang seharusnya bisa menjadi tumpuan justru tengah tersandung kasus hukum terkait dugaan korupsi, sehingga pelayanan desa tidak berjalan maksimal.

Di balik segala keterbatasan, Soinah tetap bertahan dengan tegar.

Meski tubuhnya renta dan matanya mulai rabun, ia masih berusaha bekerja dan berdoa agar bisa menjalani hidup dengan tenang.

Satu keinginan sederhana selalu ia sampaikan, yakni memiliki pompa air agar kebutuhan dasar seperti minum dan memasak bisa terpenuhi tanpa harus merepotkan tetangga.

“Pengennya gitu, punya sanyo. Karena untuk saya gunakan minum dan kebutuhan lainnya,” ucapnya lirih menutup.(*)

Tombol Google News

Tags:

pacitan lansia Kisah Pilu Rumah Reyot Tanpa Toilet kemiskinan Anyaman Bambu Tompo Bantuan Sosial Kehidupan Pedesaan human interest Sosial warga miskin Peduli Sesama Harapan Hidup Layak Pemerintah Desa korupsi desa Bantuan Tetangga Potret Kemiskinan Kisah Lansia