CCFS UB Perkenalkan MUSTAKA, Museum Virtual Berbasis Narasi

15 Desember 2025 09:56 15 Des 2025 09:56

Thumbnail CCFS UB Perkenalkan MUSTAKA, Museum Virtual Berbasis Narasi
Tim CCFS Universitas Brawijaya pada saat soft launching MUSTAKA di Museum Singhasari, Kabupaten Malang, akhir pekan lalu. (Foto: Dokumen CCFS Universitas Brawijaya)

KETIK, MALANG – Pusat Studi Budaya dan Laman Batas (Center for Culture and Frontier Studies) Universitas Brawijaya meluncurkan website MUSTAKA (Museum Simulasi Pengetahuan dan Kebudayaan) dalam sebuah acara soft launching yang digelar di Museum Singhasari, Kabupaten Malang, akhir pekan lalu.

MUSTAKA merupakan platform simulasi pengetahuan yang dikembangkan melalui proyek riset Tera Saintek 2025, didanai oleh Program Semesta Direktorat Diseminasi Sains dan Teknologi, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Platform ini dirancang untuk memperkaya pemahaman masyarakat terhadap warisan budaya Singhasari melalui pendekatan interaktif dan imersif.

Acara peluncuran dihadiri oleh siswa-siswi SDN 3 Klampok dan SMPN 2 Singosari, perwakilan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, perwakilan DIKTI Saintek, serta masyarakat umum. Kehadiran beragam pemangku kepentingan ini menunjukkan dukungan terhadap inovasi pendidikan dan upaya pelestarian sejarah berbasis teknologi.

Soft launching MUSTAKA dikemas melalui berbagai aktivitas interaktif yang memadukan seni, teknologi, dan kajian sejarah. Peserta diajak mengenal kembali narasi Singhasari melalui pengalaman langsung yang menyenangkan dan mudah dipahami.

Untuk siswa sekolah dasar, disajikan sesi storytelling Ken Arok dan Ken Dedes dengan metode interactive storytelling yang komunikatif dan ramah anak. Kegiatan ini bertujuan membangun rasa ingin tahu dan imajinasi siswa terhadap tokoh-tokoh sejarah, sekaligus menanamkan nilai-nilai yang relevan.

Sementara itu, bagi siswa sekolah menengah pertama (SMP), disuguhkan Dramatic Reading berupa pembacaan teks drama interaktif tentang kehidupan Ken Arok muda. Teknik membaca dramatik memberi ruang bagi peserta untuk mengenal karakter, konflik, dan nilai moral dalam kisah sejarah secara lebih mendalam dan reflektif.

Selain rangkaian kegiatan edukatif, peserta juga berkesempatan mencoba langsung fitur unggulan MUSTAKA, yakni Motion Capture Ken Dedes dan Ken Arok serta Jelajah Singhasari (Simulasi Ruang 3D). Fitur motion capture menghadirkan representasi digital dua tokoh sejarah melalui animasi dengan gerakan nyata.

Adapun fitur Jelajah Singhasari memungkinkan pengunjung menjelajahi Singhasari secara virtual melalui ruang tiga dimensi yang dapat diakses lewat website. Pengguna dapat merasakan rekonstruksi suasana lingkungan Singhasari secara interaktif, sehingga memahami konteks sejarah secara spasial.

Soft launching ini menjadi langkah awal sebelum peluncuran resmi MUSTAKA ke publik yang lebih luas.

Direktur Center for Culture and Frontier Studies, Desi Dwi Prianti, menyampaikan bahwa timnya telah meneliti praktik museum di Indonesia sejak 2021. Pada 2025, riset tersebut memperoleh pendanaan untuk pengembangan prototipe museum virtual dengan fokus Singhasari.

“Singhasari kami jadikan prototipe. Dari sini kami bisa mengukur dan mengembangkan model museum virtual yang nantinya dapat diterapkan di daerah lain,” jelas Desi.

Ia menambahkan, “Yang menarik dari museum kita bukan semata benda koleksinya, melainkan narasinya. Identitas bangsa justru hidup di dalam cerita-cerita itu.”(*)

Tombol Google News

Tags:

CCFS CCFS Universitas Brawijaya CCFS UB museum singhasari MUSTAKA Museum Simulasi Pengetahuan dan Kebudayaan Desi Dwi Prianti