KETIK, SURABAYA – Tragedi kecelakaan transportasi laut yang terjadi pada KMP Tunu Pratama Jaya di selat Bali yang terjadi pada Rabu, 2 Juli 2025, dipandang bukan hanya sekedar kecelakaan akibat cuaca buruk. Tetapi mencerminkan kegagalan sistemik dalam keselamatan transportasi laut di Indonesia.
Hal ini diungkapkan langsung oleh pakar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Universitas Airlangga (Unair), Neffrety Nilamsari SKM MKes. Menurutnya walaupun faktor cuaca memang tidak dapat dicegah tetapi, namun dengan penggunaan teknologi seharusnya peringatan dini dapat diberikan, agar tidak sampai menimbulkan korban jiwa.
“Aspek cuaca memang tidak bisa dikendalikan oleh manusia meskipun memiliki alat secanggih apapun. Tapi sistem keselamatan dan teknologi prediksi seharusnya mampu memberi peringatan dini. Kecelakaan ini terjadi karena sistem itu tidak berfungsi atau diabaikan,” jelas Neffrety, Kamis 10 Juli 2025.
Untuk kapal penumpang seharusnya teknologi keselamatan sepertu radar cuaca, sistem komunikasi, hingga early detection sudah menjadi sebuah standart. Akan tetapi sering kali sistem ini luput dari pengujian secara fungsi sebelum kapal berangkat. Hal ini menyebabkan penerapan keselamatan untuk penumpang dan awak kapal itu menjadi minimal.
“Ada kemungkinan kegagalan sistem sehingga tidak bisa memperlihatkan prediksi cuaca sebelum berangkat," tambahnya.
Alhasil akhirnya keselamatan penumpang yang harus dikorbankan, penanganan evakuasi menjadi terhambat. Hal ini menunjukkan kurangnya pelatihan dan kedisiplinan operasional di lapangan. Belum lagi melihat kondisi kapal yang sudah tidak layak, telrihat dari banyaknya korosi pada dinding atau dek kapal.
"Kondisi kapal yang tidak layak membuatnya mudah robek jika terseret jangkar. Pemeriksaan menyeluruh harus dilakukan, bukan hanya formalitas,” paparnya.
Parahnya lagi , banyak kapal tidak diperiksa oleh tenaga ahli bersertifikasi. Awak kapal ditugaskan menguji mesin, radar, hingga indikator angin, tugas yang seharusnya dilakukan teknisi profesional.
“Kesalahan teknis kecil bisa berujung bencana jika ditangani orang yang tidak kompeten,” tegasnya.
Kesadaran publik juga perlu dibangun, jangan menaiki kapan yang kelebihan muatan. Hal ini tururt memperbesar risiko kecelakaan, dimana kapal mengalami kekurangan pelampung dan sekoci.
“Kalau kapal penuh, jangan nekat. Keselamatan harus jadi prioritas, bukan sekadar tiba lebih cepat,” pungkasnya. (*)