Baznas Kota Mojokerto Latih Anak SLB Pertiwi Jadi Barista Mandiri

2 Oktober 2025 19:40 2 Okt 2025 19:40

Thumbnail Baznas Kota Mojokerto Latih Anak SLB Pertiwi Jadi Barista Mandiri
Siswa SLB sedang meracik kopi pesanan pelanggan di halaman Baznas Kota Mojokerto (Foto: Sholahudin/Ketik)

KETIK, MOJOKERTO – Suasana berbeda terlihat di halaman kantor Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Mojokerto. Halaman kantor disulap menjadi ala café lengkap kursi dan peralatan meracik aneka kopi.

Selama seminggu terakhir sembilan anak dari SLB Pertiwi Kota Mojokerto mengikuti pelatihan barista secara nyata dalam satu booth, Kamis, 2 Oktober 2025.

Dengan tangan terampil, mereka mencoba meracik kopi, menakar bubuk, hingga menuang air panas dengan penuh konsentrasi.

Meski memiliki keterbatasan pendengaran, anak-anak ini membuktikan bahwa mereka juga bisa menghasilkan racikan kopi dengan rasa yang tak kalah nikmat.

Program ini digagas oleh Baznas Kota Mojokerto melalui Difabis (Difabel Bisa). Tujuannya memberdayakan anak-anak disabilitas, khususnya tuna rungu, agar lebih mandiri dan memiliki ruang untuk menyalurkan bakat luar biasa yang mereka miliki.

“Target pelatihan ini enam hari. Tapi baru dua hari saja, anak-anak sudah mampu membuat enam sampai tujuh varian minuman kopi,” ujar Kepala Baznas Kota Mojokerto Dwi Hariadi.

Pelatihan ini tidak hanya soal keterampilan teknis meracik kopi. Lebih jauh, program ini ingin membuka jalan agar anak-anak disabilitas bisa diterima di masyarakat dan punya kesempatan yang sama.

“Mereka belajar dengan hati, bukan sekadar mengikuti instruksi. Itulah yang membuat hasil racikan kopi mereka punya sentuhan berbeda,” lanjut Dwi.

Baznas Kota Mojokerto menyiapkan peralatan lengkap serta dukungan finansial sekitar Rp25 juta untuk mendukung program ini. Ke depan, anak-anak diharapkan dapat berlatih secara mandiri melalui komunitas yang sudah dipersiapkan, bahkan terlibat dalam berbagai kegiatan di kota.

Anak-anak peserta pelatihan sebagian besar sudah duduk di kelas akhir SLB dan siap lulus. Tantangan berikutnya adalah bagaimana mereka bisa mendapatkan ruang nyata untuk menunjukkan keterampilan.

“Kami berharap pemerintah daerah bisa memberikan dukungan, misalnya dengan melibatkan anak-anak ini di berbagai event kota atau menyediakan space khusus di area publik. Dengan begitu, mereka tidak merasa sendiri,” katanya.

Program Difabis ini menjadi salah satu bukti nyata bahwa disabilitas bukan halangan untuk berkarya. Justru dengan pendekatan yang tepat, keterbatasan bisa bertransformasi menjadi keistimewaan.

Di balik setiap cangkir kopi yang mereka racik, tersimpan harapan besar bahwa inklusi sosial bukan sekadar wacana, tapi nyata hadir dalam kehidupan sehari-hari.

"Jadi kami sudah melakukan pelatihan di semua wilayah DKI Jakarta, dan yang ke sembilan kali ada di Kota Mojokerto. Jadi boleh dibilang difabis ini perdana di Jawa Timur," pungkas Kiki.(*)

Tombol Google News

Tags:

baznaskotamojokerto kotamojokerto disabilitas baristamandiri