KETIK, ACEH SINGKIL – Dewan Pimpinan Wilayah Arah Pemuda Aceh (DPW ARPA) dan Forum Mahasiswa Aceh Singkil (FORMAS) secara resmi mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) mengusut dugaan korupsi kelebihan bayar Dinkes Aceh Singkil.
Dugaan kelebihan bayar di tubuh Dinkes Aceh Singkil menyeruak menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh mengungkap sebesar Rp143.759.545,40 akibat kekurangan volume pekerjaan tahun anggaran 2024.
"Temuan ini merupakan bagian dari hasil audit fisik atas 21 paket pekerjaan belanja modal gedung dan bangunan, salah satunya di lingkup Dinas Kesehatan dengan nilai kontrak miliaran rupiah, namun tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dan hasil akhir yang diharapkan," kata Ketua FORMAS Fadil, Sabtu 26 Juli 2025 di Pulo Sarok.
Menurut Fadil, kekurangan volume pekerjaan ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan berpotensi sebagai tindak pidana korupsi yang nyata dan harus diproses secara hukum.
“Kelebihan bayar ratusan juta rupiah di Dinas Kesehatan ini bukan angka kecil. Ini uang rakyat. Maka dari itu, kami mendesak agar APH segera memeriksa semua pihak yang bertanggung jawab, mulai dari PPK, PPTK, hingga kepala dinas," tambahnya.
Sementara itu, Sekretaris DPW ARPA, Rusdi Azmi menyebut bahwa sektor kesehatan adalah pilar utama pelayanan publik. Jika anggaran pembangunannya saja dicurangi, maka yang dirugikan langsung adalah masyarakat kecil yang sangat membutuhkan fasilitas kesehatan yang layak.
“Bayangkan jika bangunan Puskesmas dibangun tanpa memenuhi volume sesuai kontrak. Itu bisa berdampak langsung terhadap keselamatan pasien dan pelayanan medis. Ini adalah pengkhianatan terhadap amanat anggaran daerah,” jelas Rusdi.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK disebutkan bahwa dari total kontrak Dinas Kesehatan sebesar Rp5.943.106.000, ditemukan kekurangan volume yang menimbulkan kelebihan pembayaran senilai Rp143.759.545,40.
Jenis pekerjaan yang dimaksud mencakup pembangunan dan rehabilitasi Puskesmas serta sarana kesehatan lainnya yang hasil fisiknya tidak sesuai dengan gambar kerja dan perhitungan teknis.
BPK, tambah Rusdi, menyatakan permasalahan terjadi karena kepala Dinas Kesehatan sebagai Pengguna Anggaran (PA) tidak optimal dalam mengendalikan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya.
PPTK juga tidak cermat dalam mengawasi pelaksanaan teknis pekerjaan. Penyedia tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, dan pengawas lapangan tidak menjalankan fungsinya secara profesional.
Atas dasar itu, FORMAS dan DPW ARPA menegaskan bahwa laporan ini harus dijadikan alat bukti awal untuk melakukan penyelidikan hukum secara mendalam.
“Kami akan terus mengawal dan mendesak agar kasus ini tidak berhenti hanya di atas kertas. Dinas Kesehatan harus dibersihkan dari praktik curang yang menyengsarakan rakyat,” pungkas Fadil menimpali. (*)