KETIK, TERNATE – Wakil Bupati Halmahera Selatan, Helmi Umar Muchsin, menghadiri kegiatan Evaluasi Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) Tahun 2025 yang digelar oleh Balai Bahasa Provinsi Maluku Utara, Sabtu 8 November 2025 di Kota Ternate.
Kegiatan ini menjadi ruang penting dalam upaya revitalisasi linguistik untuk memperkuat kesadaran masyarakat akan nilai bahasa daerah sebagai sarana ekspresi budaya dan identitas lokal.
Acara tersebut bertujuan menjaga, merawat, serta menghidupkan kembali bahasa daerah sebagai bagian dari ekologi bahasa yang sehat di wilayah Maluku Utara. Melalui pendekatan literasi budaya dan bahasa, kegiatan ini juga memperkuat komitmen sepuluh kabupaten/kota dalam pelestarian bahasa daerah secara berkelanjutan.
Dalam momentum tersebut, Wakil Bupati Helmi Umar Muchsin mewakili Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan dan menerima piagam penghargaan atas dedikasi daerahnya dalam mendukung program Revitalisasi Bahasa Daerah yang dijalankan oleh Balai Bahasa.
“Ini adalah modal awal bagi kami untuk terus menjaga bahasa daerah yang telah ditetapkan oleh Balai Bahasa. Dua bahasa daerah kami sudah masuk daftar Revitalisasi Bahasa Daerah, yaitu Bahasa Bacan dan Bahasa Makian,” ujar Helmi.
Helmi menjelaskan, pada tahun 2026, Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan menargetkan penambahan satu bahasa daerah lagi untuk direvitalisasi, yaitu Bahasa Makian Barat (Makian Luar).
“Kami bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan akan berupaya agar tahun depan tiga bahasa daerah, Bacan, Makian, dan Makian Barat, dapat masuk dalam program Revitalisasi Bahasa Daerah,” jelasnya.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi transfer bahasa antar generasi agar nilai linguistik lokal tetap hidup di tengah perubahan sosial yang dinamis.
Wabup juga menekankan pentingnya sinergi kebijakan linguistik antara pemerintah daerah, Dinas Pendidikan, dan Balai Bahasa dalam menyusun kebijakan pelestarian bahasa daerah. Kolaborasi ini mencakup kegiatan komunitas, festival bahasa, serta integrasi materi bahasa lokal ke dalam kurikulum pendidikan berbasis budaya.
“Kita sudah memiliki tiga bahasa daerah, dan dua di antaranya telah masuk dalam program RBD. Ini harus dilestarikan dan diajarkan di sekolah agar tidak punah (Kurikulum),” tambahnya.
Lebih lanjut, ia mengajak masyarakat untuk memulai konservasi leksikal dari lingkungan keluarga sebagai bentuk nyata menjaga bahasa ibu di kehidupan sehari-hari.
“Kita tidak harus berpikir bahwa bahasa daerah harus mendominasi ruang publik. Yang paling penting adalah bagaimana bahasa ini tetap digunakan di rumah tangga,” tuturnya.
