Reforma Agraria Blitar Mandek, Mohammad Trijanto Bersama Revolutionary Law Firm Siap Gugat Negara

29 Oktober 2025 22:41 29 Okt 2025 22:41

Thumbnail Reforma Agraria Blitar Mandek, Mohammad Trijanto Bersama Revolutionary Law Firm Siap Gugat Negara
Mohammad Trijanto, pendiri sekaligus konsultan hukum utama Revolutionary Law Firm saat berorasi di depan Kantor Bupati Blitar, Rabu 29 Oktober 2025. (Foto: Favan/Ketik.com)

KETIK, BLITAR – Gerakan rakyat menuntut keadilan agraria kembali bergema di Kabupaten Blitar. Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pendukung Reforma Agraria (Ampera) Blitar turun ke jalan, Rabu 29 Oktober 2025.

Mereka mendesak pemerintah segera menuntaskan konflik pertanahan di kawasan PT Rotorejo Kruwuk dan PT Veteran Sri Dewi, Desa Modangan, Kecamatan Nglegok.

Di antara barisan massa yang berorasi di depan Kantor Pemerintah Kabupaten Blitar, tampak sosok Mohammad Trijanto, pendiri sekaligus konsultan hukum utama Revolutionary Law Firm.

Bukan sekadar pendamping hukum, Trijanto tampil sebagai motor penggerak moral rakyat, menegaskan perjuangan reforma agraria sebagai ujian nyata supremasi hukum di negeri ini.

“Reforma agraria bukan retorika politik, tapi kewajiban konstitusional negara. Jika pemerintah tak mampu menegakkan keputusannya sendiri, itu bukan kelalaian administratif, tapi erosi legitimasi pemerintahan. Negara tidak boleh kalah dari mafia tanah,” tegas Trijanto di hadapan awak media.

Menurut Trijanto, hingga kini pemerintah belum menindaklanjuti SK Kepala Kanwil BPN Jawa Timur Nomor 233/SK-35.NP.02.03/XII/2021, yang menetapkan tanah di Modangan sebagai objek reforma agraria.

Dari 138 hektare tanah di PT Veteran Sri Dewi yang telah dilepas untuk masyarakat, masih tersisa 30 hektare yang belum diredistribusikan. Sementara di PT Rotorejo Kruwuk, 130 hektare lahan yang telah diserahkan secara sukarela juga belum tersentuh redistribusi, meski seluruh proses hukum dan administratif sudah tuntas.

Dalam telaah hukum Revolutionary Law Firm, lahan PT Rotorejo Kruwuk memiliki riwayat hukum yang terang: dari masa Hak Erfpacht kolonial, HGU PT Perkebunan Candiloka, hingga pengambilalihan resmi oleh negara pada 1998.

“Kondisi ini memperlihatkan lemahnya komitmen pemerintah terhadap Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan UUPA Nomor 5 Tahun 1960. Tanah harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan dikuasai jaringan rente dan mafia,” ujarnya.

Trijanto juga menyoroti sisa tanah 30 hektare bekas PT Veteran Sri Dewi yang hingga kini belum diredistribusikan. Ia menegaskan, seluruh proses harus dijalankan bersih dan transparan tanpa praktik KKN.

“Program redistribusi tanah itu gratis, karena sudah didanai oleh APBN dan APBD. Kami berharap tidak ada pungutan liar yang justru membebani rakyat kecil,” tegasnya.

Selain itu, ia mendesak Kepala Kantor ATR/BPN Blitar segera menerbitkan rekomendasi pembaharuan HGU di kawasan PT Veteran Sri Dewi.

“Jangan biarkan rakyat menunggu di tengah ketidakpastian hukum,” tambah Trijanto.

Dalam orasinya, Trijanto juga menyebut bahwa mafia tanah menjadi hambatan terbesar dalam percepatan reforma agraria nasional.

“Yang kami maksud mafia tanah adalah oknum yang menikmati konflik berkepanjangan. Mereka menguasai aset negara tanpa membayar kewajiban seperti pajak dan retribusi,” ujarnya.

Pihaknya bersama Ampera Blitar telah melayangkan laporan resmi ke Polda Jawa Timur dengan tembusan ke KPK, Kejaksaan Agung, PPATK, dan Ditjen Pajak agar jaringan mafia tanah di Blitar segera ditindak.

Aksi besar ini direspons langsung oleh Bupati Blitar, Rijanto, yang berjanji menurunkan tim verifikasi lapangan minggu depan.

“Kami akan kawal proses redis tanah ini. TGRA Kabupaten Blitar terus bekerja secara marathon untuk menyelesaikan sengketa tanah perkebunan. Nanti kita lihat progres lapangannya,” ujar Bupati Rijanto.

Ia juga mengajak perwakilan warga duduk bersama mencari solusi bersama. Namun bagi Trijanto, langkah tersebut baru awal.

“Kami menghargai respons Bupati Rijanto, tapi pelaksanaan nyata lebih penting dari sekadar janji birokrasi. Ini momentum beliau untuk meninggalkan legasi sejarah menegakkan reforma agraria yang berpihak pada rakyat, bukan pada mafia,” pungkas Trijanto.(*)

Tombol Google News

Tags:

Blitar Trijanto Agraria Kabupaten Blitar