KETIK, HALMAHERA SELATAN – Pertandingan grup H Turnamen Piala Bupati Halmahera Selatan 2025 tak sekadar soal perebutan poin. Laga antara wakil Bacan Selatan, Kampung Makian (Imimoi), dan wakil Kecamatan Bacan, Hidayat, di Stadion Gelora Bacan Selatan, Minggu 23 November 2025 berubah menjadi pentas intensitas tinggi penuh second ball, duel udara, tekel-tekel keras, dan tensi publik yang naik turun seperti mesin diesel yang dipaksa ngebut.
Di grup H, kedua tim ditemani satu pesaing lain Pasi Palele wakil Gane Barat Selatan. Namun sejak peluit pertama ditiup wasit Farly Chandra, jelas bahwa duel Imimoi–Hidayat adalah laga yang mengunci atmosfir grup.
Mengusung pola menyerang, anak asuh Coach Asis tampil dengan garis pertahanan tinggi dan tempo cepat. Mereka dominan dalam ball circulation, memaksa Hidayat mundur menutup ruang.
Namun justru dari situ kejutan datang. Menit ke-4, sebuah bola mati Hidayat menguji konsentrasi lini belakang Imimoi. Kiper M. Farel gagal menangkap sempurna bola hasil tendangan bebas. Bola ribon liar memantul di kotak enam meter. Yusri Gulinga (17), penyerang Hidayat, sigap menyambar dalam kemelut, satu sentuhan, satu gol, satu keheningan untuk kubu Imimoi.
Skor berubah 1–0, dan Hidayat yang dilatih Coach Risman tiba-tiba punya pegangan untuk mengatur ritme laga.
Tertinggal tak membuat Imimoi goyah. Justru setelah gol, mereka menaikkan intensitas. Gelombang serangan datang bertubi-tubi, lima peluang beruntun, semua mengarah ke gawang M. Rizal (20) yang tampil seperti tembok bergerak.
Crossing, build-up pendek, hingga shooting jarak menengah dicoba. Namun koordinasi terakhir selalu kandas oleh kedisiplinan bertahan Hidayat. Sampai turun minum, skor 1–0 tetap bertahan, meski dari expected goal, Imimoi jauh lebih unggul.
Selepas kamar ganti, Imimoi langsung tancap gas. Mereka menguasai tempo, memenangi duel lini tengah, dan mendorong Hidayat benar-benar parkir bus. Ball possession makin berat sebelah—Imimoi memegang penuh aliran permainan.
Namun lagi-lagi, penyelesaian akhir menjadi musuh utama. Serangan mengalir, tetapi gol tak kunjung lahir.
Menit 52 menjadi momen paling menentukan. Sebuah pelanggaran di kotak 16 membuat wasit menunjuk titik putih. Stadion bergemuruh. Kapten Imimoi, Sofyan Baramuli (10), berdiri sebagai eksekutor.
Namun bola yang harusnya menjadi pemecah kebuntuan melenceng ke sisi kiri gawang Hidayat. Kesempatan emas itu hilang. Momentum hilang. Mental sedikit goyah.
Imimoi kembali menyerang, bahkan lebih dominan dari sebelumnya, tetapi Hidayat mengandalkan disiplin, blok solid, dan sesekali serangan balik yang menyulitkan.
Intensitas yang panas membuat laga dipenuhi adu fisik dan duel keras. Total 6 kartu kuning dikeluarkan wasit—pertandingan nyaris kehilangan kendali. Klimaks datang ketika satu pemain Hidayat harus menerima kartu merah, membuat mereka bermain dengan 10 orang.
Namun hingga peluit panjang, skor masih 1–0. Hidayat selamat, meski dari segi kualitas permainan, Imimoi jelas tampil lebih matang.
Kemenangan ini membuat Hidayat memuncaki grup H, mengungguli Kampung Makian dan Pasi Palele. Kejutan besar pun lahir, siapa sangka tim yang mendapatkan 20% dominasi bola justru keluar sebagai pemetik tiga poin penuh.
Imimoi pulang dengan kepala berat, bukan karena bermain buruk, tapi justru karena dominasi tanpa konversi. Di turnamen semacam ini, efektivitas lebih keras daripada estetika.
