KETIK, SAMPANG – Sejumlah nelayan asal Desa Batioh, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, didampingi kuasa hukumnya, Ali Topan, melaporkan dugaan penggelapan dana ganti rugi rumpon senilai miliaran rupiah ke Polda Jawa Timur.
Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/1206/VIII/2025/SPKT/Polda Jawa Timur dan ditandatangani langsung oleh Kepala SPKT Polda Jatim, Kompol Veri Triyanto. Dalam prosesnya, perwakilan nelayan menjalani pemeriksaan selama hampir dua jam oleh penyidik.
Ali Topan, selaku kuasa hukum nelayan, menegaskan bahwa dana kompensasi yang seharusnya menjadi hak nelayan justru diduga diselewengkan oleh pihak tertentu. Dalam laporannya, ia menyebut seorang terlapor berinisial S sebagai penerima dana.
"Kami telah resmi melaporkan dugaan penggelapan dana ganti rugi rumpon pada Jumat, 22 Agustus 2025. Terlapornya berinisial S, dan kami minta kasus ini segera diproses secara hukum," ujarnya. Sabtu, 23 Agustus 20255.
Ia juga meminta agar penyidik tidak hanya berhenti pada satu nama. Menurutnya, kasus ini melibatkan banyak pihak, termasuk Bupati Sampang, Petronas, dan SKK Migas.
"Kami minta penyidik juga memeriksa Bupati Sampang, Petronas, dan SKK Migas. Karena mereka sendiri yang mengklaim bahwa kewajiban ganti rugi sudah dibayarkan sejak 2024 kepada Pemkab Sampang," ungkapnya.
Dalam laporannya, pihak nelayan menyerahkan sejumlah barang bukti, antara lain bukti transfer Rp6,3 miliar ke rekening Mandiri atas nama S di Kecamatan Banyuates, serta rekaman video pernyataan SKK Migas yang menyebut pembayaran ganti rugi telah dilakukan sejak tahun lalu.
"Bukti-bukti sudah kami serahkan, mulai dari bukti transfer miliaran rupiah hingga bukti video pengakuan dari pihak SKK Migas," tegasnya.
Kasus ini dinilai sebagai indikasi kuat adanya penyalahgunaan kewenangan dan dana kompensasi yang seharusnya diterima langsung oleh nelayan. Ali Topan berharap Polda Jatim dapat segera menindaklanjuti laporan tersebut secara cepat, transparan, dan sesuai prosedur hukum.
"Kami mendesak Polda Jatim segera melakukan proses penyelidikan sesuai dengan KUHAP dan berpedoman pada Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Supaya perkara ini terang benderang dan tidak ada lagi hak nelayan yang diselewengkan," pungkasnya.(*)