KETIK, MALANG – Indonesia adalah negara yang pernah dijajah oleh Belanda selama 3,5 abad. Sehingga, negara ini memiliki perjalanan sejarah yang begitu panjang hingga akhirnya Merdeka. Dalam perjuangan para pahlawan, selalu ada tekad yang dikobarkan, meskipun hanya bermodal bambu runcing, para pahlawan bisa melawan habis tentara Belanda yang menggunakan senjata api.
Sehingga, sebagai generasi muda harus selalu mengingat semua perjuangan para pahlawan. Salah satunya dengan sering mengunjungi museum perjuangan untuk mengetahui sejarah para pejuang zaman dulu.
Museum Brawijaya Malang adalah museum yang sudah berdiri puluhan tahun untuk memberikan ilmu kepada semua masyarakat Indonesia terutama warga Jawa Timur.
Berdiri pada Tahun 1962, Museum Brawijaya ini hadir dari ide Bapak Brigadir Jenderal TNI Soerachman. Pada saat itu beliau memiliki ide akan mendirikan sebuah museum perjuangan di Jawa Timur.
View beberapa koleksi senjata api di Museum Brawijaya Malang. (Foto: Aliyah/Ketik.com)
Namun, Bapak Brigadir Jenderal TNI Soerachman belum tahu akan didirikan dimana atau di kota mana museum perjuangan ini. Kemudian, beliau berkeliling semua kota di Jawa Timur dan pada akhirnya terpilihlah Kota Malang menjadi lokasi Museum Brawijaya.
5 tahun kemudian, di tahun 1967, gedung ini mulai dibangun. Dengan demikian, gedung ini adalah gedung asli buatan Indonesia bukan Belanda. Proses pembangunan memakan waktu kurang lebih satu tahun hingga pada tanggal 4 Mei 1968 Museum Brawijaya Malang diresmikan.
Pada saat peresmian, gedung museum ini diberi semboyan dari Bahasa Sansekerta "Citra Uthapana Cakra" yang bermakna Sinar yang Membangkitkan Kekuatan.
Museum Brawijaya Malang sendiri memiliki 5 lokasi yang bisa dijelajahi oleh para pengunjung. 5 lokasi tersebut diantaranya Taman Halaman depan bernama 'Agne Yastra Loka' atau senjata api, yang kedua adalah Ruang Lobi.
View Gerbong Maut di Museum Brawijaya Malang. (Foto: Aliyah/Ketik.com)
Kemudian yang ketiga Halaman Tengah tempat Gerbong Maut dan Perahu Segigir, yang keempat adalah Ruang Pameran II sebelah utara, tempat koleksi benda tahun 1945 - 1949, dan yang kelima adalah Ruangan Pameran II 1950 - sekarang.
Museum Brawijaya Malang sendiri sampai saat ini terbuka untuk umum dari jam 08.00 - 15.00. Sehingga, siapapun yang ingin belajar terkait sejarah perjuangan para pahlawan bisa datang. Untuk tiket masuknya, pengunjung hanya perlu mengeluarkan 10 ribu saja.
Untuk barang-barang koleksi Museum Brawijaya Malang berasal dari beberapa tempat di Jawa Timur, seperti Perahu Segigir yang merupakan perahu yang digunakan oleh Komandan Resimen Jokotole, Bapak Letkol Chandra Hasan pada Agresi Militer yang pertama di tahun 1947, tepat di bulan November yang berada di Pulau Madura.
Pada saat Agresi Militer tersebut, Indonesia digempur habis-habisan oleh Belanda dan Bapak Chandra Hasan menyadari ketidakseimbangan pada senjata, akhirnya beliau memilih untuk keluar dari Pulau Madura dengan menggunakan perahu tersebut. Perahu Segigir sendiri milik orang Madura bernama Makia.
View Perahu Segigir di Museum Brawijaya Malang. (Foto: Aliyah/Ketik.com)
Selain itu, terdapat Gerbong Maut dari Bondowoso yang dulunya ada 3 Gerbong dan diisi oleh 100 pejuang Indonesia. Dalam kondisi tertutup, para pejuang dibawa ke Surabaya, akhirnya banyak pejuang yang meninggal karena kekurangan oksigen.
Museum Brawijaya Malang setiap harinya dilakukan pembersihan kecil-kecil seperti menghilangkan debu-debu pada barang-barang koleksi. Selain itu, semua koleksi senjata selalu dilap menggunakan minyak agar terlihat mengkilap dan tidak berkarat.
Pada Era Modern, Museum Brawijaya Malang juga selalu melakukan upaya untuk memperkenalkan kepada generasi muda tentang koleksi peninggalan para pejuang perang pada Zaman Belanda.
"Contoh upaya kami terbaru yaitu kemarin di tanggal 4 - 6 November 2025, kami mengikuti pameran keliling yang diadakan oleh Dinas Budaya Jatim di Taman Krida Budaya, kami selalu aktif mempromosikan museum ini, beberapa koleksi senjata kami bawa ke ekspo museum tersebut," jelas Bapak Tabiin selaku Pemandu Museum Brawijaya Malang.
"Kami juga bekerja sama dengan Dinas Pendidikan untuk sekolah-sekolah melakukan kunjungan ke museum ini, kami selalu aktif untuk terus memperkenalkan kepada generasi muda," imbuhnya.
Dalam perjalanan Museum Brawijaya Malang yang sudah lama berdiri, pihak museum berharap agar semua masyarakat Indonesia terutama generasi muda untuk terus mengingat sejarah dengan sering-sering berkunjung ke museum sebagai bentuk menghargai perjuangan para pahlawan.
"Harapan kami, ayo kita ke museum, ayo belajar sejarah, jangan sampai kita melupakan sejarah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pejuang yang telah mempertaruhkan nyawanya," harapan Bapak Tabiin untuk seluruh masyarakat Indonesia terutama generasi muda.
"Dengan berkunjung ke museum kita bisa introspeksi diri betapa susahnya pahlawan dahulu melawan penjajah dengan bambu runcing untuk melawan senjata api. Apa yang sudah diraih oleh para pejuang ya otomatis kita pertahankan sampai kapanpun karena itu menyangkut harga diri dari bangsa Indonesia," imbuhnya.
Sebagai generasi muda, semangat belajar juga menjadi bentuk perjuangan untuk terus memajukan bangsa Indonesia. Sehingga, sebagai generasi penerus bangsa, wajib hukumnya untuk semangat dalam mencari ilmu dan juga mempelajari sejarah yang sudah membuat negara ini Merdeka. Sehingga, para pelajar zaman sekarang tidak perlu berperang cukup semangat untuk belajar.(*)
