KETIK, SURABAYA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali “mengobok-obok” Jawa Timur. Kali ini bukan untuk mencari kasus baru, melainkan kasus dugaan korupsi yang sudah ditangani lembaga antirasuah sejak tahun 2022.
Kasus tersebut adalah korupsi berupa suap oleh penyelenggara negara dalam pengelolaan dana hibah yang bersumber dari APBD Pemprov Jatim. Pada tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di provinsi setempat.
Kasus itu mencuat setelah politikus Golkar sekaligus Wakil Ketua DPRD Jatim 2019-2024 Sahat Tua P. Simandjuntak tertangkap KPK karena diduga menerima suap terkait dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas).
Setelah dilakukan pemeriksaan, namanya ditetapkan sebagai tersangka. Namun ia tak sendirian, sebab terdapat tiga nama lagi yang statusnya juga sama. Ketiganya yakni Rusdi yang merupakan staf ahli Sahat, kemudian Ilham W selaku koordinator lapangan pokmas, serta A Hamid yang merupakan Kades Jelgung, Kecamatan Robatal, Sampang sekaligus koordinator pokmas.
Dikutip dari laman resmi, kpk.go.id, pada 14 Desember 2022 tim penindakan KPK bergerak ke salah satu mal di Surabaya. Di mal tersebut diduga terjadi penyerahan sejumlah uang dari Kades Jelgung A Hamid kepada Rusdi, staf ahli Sahat.
Di hari yang sama, sekitar pukul 20.30 WIB, tim penindakan mengamankan beberapa pihak di lokasi berbeda. Sahat diamankan di Gedung DPRD Jatim, sementara A Hamid dan Koordinator Lapangan Pokmas Ilham W, masing-masing diamankan di kediamannya di Sampang.
Selain itu, tim penyidik juga mengamankan uang tunai dalam bentuk pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing berupa SGD dan USD dengan jumlah sekitar Rp1 miliar.
Imbasnya, KPK kemudian melakukan penyidikan dan menggeledah tempat-tempat yang dianggap berkaitan. Pada 20 Desember 2022, penyidik KPK kembali mendatangi gedung DPRD Jatim dan memeriksa dua mobil milik Sahat dan stafnya, Rusdi. KPK juga memeriksa kembali beberapa ruangan di lantai 2 gedung wakil rakyat tersebut.
Kasus ini diyakini tak hanya melibatkan mereka, tapi merembet ke pihak-pihak lain. Alhasil, sebulan kemudian, 20 Januari 2023, KPK mendatangi rumah FSO, istri Ketua DPRD Jatim 2019-2024 Kusnadi. Namun, penyidik tidak mengambil satu pun barang dari dalam rumah tersebut.
Berselang lima hari, 25 Januari 2023, penyidik KPK memeriksa ketua, wakil ketua, hingga anggota DPRD Jatim dalam pengembangan kasus korupsi dana hibah yang menjerat Sahat di kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim.
Pada 16 Februari 2023 KPK memeriksa lima anggota DPRD Jatim terkait kasus suap dana hibah yang menjerat Sahat. Yakni RZ (Partai Demokrat), AS (PPP), AW (PDIP), WSR (PDIP) dan AL (PKB).
Kemudian pada 7 Maret 2023, tim penyidik telah mengajukan tindakan cegah ke luar negeri pada Dirjen Imigrasi Kemenkumham terhadap 4 orang yang menjabat selaku anggota DPRD Jatim periode 2019-2024. Cegah pertama ini berlaku untuk 6 bulan atau sampai dengan Juli 2023 dan tentunya dapat diperpanjang kembali sepanjang diperlukan.
Keempat Anggota DPRD Jatim tersebut yakni K (Ketua DPRD Jatim Periode 2019-2024), AM (Wakil Ketua DPRD Jatim 2019-2024), AS (Wakil Ketua DPRD Jatim 2019-2024) dan AI (Wakil Ketua DPRD Jatim 2019-2024).
Lalu, 14 Maret 2023 tim penyidik KPK memeriksa 21 orang saksi dalam pengelolaan dana hibah untuk tersangka Sahat yang dilakukan di Polres Pamekasan.
Rinciannya yakni IMY (Ketua Pokmas Gunung Puncak), ASS (Ketua Pokmas Istikomah), SUP (Ketua Pokmas Jemerut), SA (Ketua Pokmas Mandala Jaya), NFS (Ketua Pokmas Salam Sejahtera) dan JMI (Ketua Pokmas Raja Pati).
Berikutnya, ASN (Ketua Pokmas Buah Kelapa), MH (Ketua Pokmas Anugrah), CR (Ketua Pokmas Mekar), HBL (Ketua Pokmas Harapan Indah), NRD (Ketua Pokmas Sekar Bunga), SDR (Ketua Pokmas Satu Hati), KY (Ketua Pokmas Kian Santang) dan SLY (Ketua Pokmas Mayang Sari).
Selanjutnya, KRD (Ketua Pokmas Melayu), SLM (Ketua Pokmas Pandawa), KJ (Ketua Pokmas Sumber Air), SRW (Ketua Pokmas Sumber Bur), ASY (Ketua Pokmas Harum), ZHR (Ketua Pokmas Ramayana) dan SDR (Ketua Pokmas Pucuk).
Sebulan berikutnya, 5 April 2023, tim penyidik KPK lakukan pemeriksaan dua saksi untuk tersangka yang sama.
Pada 14 April 2023 telah selesai dilaksanakan Tahap II (Penyerahan Tersangka dan barang bukti) tersangka Sahat dan kawan-kawan dari penyidik pada jaksa.
Pada 2 Mei 2023, A Hamid dan Ilham W selama penyidikan dan persidangan dianggap kooperatif, memberikan keterangan yang signifikan dan membuka fakta-fakta baru pelaku yang lain termasuk perbuatan Sahat dan Rusdi termasuk peran pelaku lain sehingga Jaksa KPK mengabulkan permohonan JC.
Lalu, 16 Mei 2023 terdakwa atas nama A Hamid dan Ilham W masing-masing divonis dengan hukuman penjara dua tahun enam bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan. Vonis yang dijatuhkan hakim lebih ringan jika dibandingkan tuntutan yang diajukan JPU dari KPK yang menuntut keduanya 3 tahun penjara.
Sepekan kemudian, 23 Mei 2023, terdakwa Sahat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Surabaya. Hingga akhirnya, 26 September 2023, Majelis Hakim memvonisnya hukuman 9 tahun kurungan penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider penjara 6 bulan.
Majelis hakim juga telah memvonis terdakwa Rusdi dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta. Apa bila tak mampu membayar denda maka harus mengganti pidana penjara selama 3 bulan.
Tersangka Tambahan
Tak berhenti sampai di sana, KPK pada 12 Juli 2024 mengumumkan telah menetapkan 21 orang tersangka dalam pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah di lingkungan Pemprov Jatim. Empat orang di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sedangkan 17 orang lainnya sebagai tersangka pemberi suap.
Dari empat tersangka penerima suap, tiga orang di antaranya adalah penyelenggara negara dan seorang lainnya merupakan staf dari penyelenggara negara tersebut. Untuk 17 orang lainnya, sebanyak dua orang merupakan penyelenggara negara, sedangkan 15 orang lainnya berasal dari pihak swasta. Hingga saat ini, seluruh tersangka baru tersebut belum ada yang ditahan.
KPK pada 2025 kembali bergerak. Pada 14 April, KPK menggeledah rumah senator DPD RI LNM di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Keesokan harinya, 15 April 2025, KPK menggeledah Kantor Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur di kawasan Kertajaya Surabaya.
Yang jelas, KPK dalam kurun waktu 14-16 April 2025 menggeledah tujuh lokasi terkait kasus tersebut. Pada 14 April menggeledah tiga lokasi yang merupakan rumah pribadi. Pada 15 April penyidik KPK menggeledah KONI, dan 16 April menggeledah tiga rumah pribadi di lokasi berbeda. Dari tiga hari tersebut penyidik telah melakukan penyitaan berupa dokumen dan barang bukti elektronik.
Satu yang digeledah adalah rumah di Kabupaten Situbondo yang merupakan milik Ketua Pokmas Srikandi Desa Kesambirampak, Kecamatan Kapongan.
Kemudian, 14 Mei 2025 KPK memeriksa tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hibah untuk pokmas di lingkungan Pemprov Jatim berinisial K di Polresta Banyuwangi.
Penyidik KPK memanggil seorang petani berinisial S, dan TP yang diketahui merupakan notaris atau pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
KPK turut memanggil dan memeriksa dua pihak swasta sebagai saksi kasus tersebut di Kantor BPKP Perwakilan Provinsi Jatim, yakni JPP dan BW.
KPK selama 12-15 Mei 2025 menyita enam aset bernilai Rp9 miliar terkait kasus tersebut. Terdiri atas tiga bidang tanah dan bangunan yang berlokasi di Surabaya, satu unit apartemen di Kota Malang, satu bidang tanah dan bangunan berlokasi di Kabupaten Probolinggo, serta satu bidang tanah dan bangunan di Banyuwangi.
Tak berhenti sampai di situ, KPK telah mengonfirmasi memanggil Wakil Bupati Situbondo ULF dan seorang anggota DPRD Jatim berinisial Z sebagai saksi. Pemeriksaan dilakukan pada 20 Mei 2025 di Gedung Merah Putih.
KPK turut memeriksa 10 saksi di Polres Pasuruan dan 8 saksi di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Jatim.
Kesepuluh saksi yang dipanggil di Polres Pasuruan yakni pihak swasta berinisial FF dan AAH, wiraswasta berinisial AR dan A, karyawan swasta BI, pensiunan HA, perawat KH, dan notaris AHH.
Dua lainnya adalah staf Wakil Ketua DPRD Jatim 2021-2023 AS berinisial MH, dan Direktur PT Sidogiri Pandu Utama MLH.
Sedangkan, 8 saksi yang dipanggil di Kantor BPKP adalah berlatar belakang pernah atau sedang bekerja di KONI Jatim yaitu BJ, ES, MN, AB, J, HCB, SHP, dan NAR.
Pada 22 Mei 2025, KPK mengusut dan telah menyita aset milik anggota DPR RI sekaligus tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Jatim, AS. Penyidik menyita satu bidang tanah dan bangunan yang berlokasi di Pasuruan senilai lebih kurang Rp2 miliar yang diduga dibeli tersangka dari hasil tindak pidana korupsi untuk perkara dimaksud.
Sebelumnya, penyidik KPK mendalami kepemilikan aset AS tersebut saat memeriksa lima orang sebagai saksi kasus dana hibah Jatim di Markas Polres Pasuruan.
Lima orang saksi tersebut adalah Kepala Desa Jeruk AF, notaris atau pejabat pembuat akta tanah WKS, wiraswasta bernama AY, serta pihak swasta bernama SFD dan MFT.
KPK juga mendalami proses pengajuan dana hibah saat memeriksa 15 ketua pokmas sebagai saksi kasus dana hibah Jatim. Pendalaman tersebut dilakukan di Polres Situbondo pada 22 Mei.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, 15 ketua pokmas yang diperiksa penyidik KPK berasal dari Pokmas Fajar Garda Utama, Pokmas Sejahtera, Pokmas Anugrah, Pokmas Berjaya, Pokmas Jatisari Makmur, Pokmas Kumbang Sejahtera, Pokmas Widuri Makmur dan Pokmas Gading Gajah.
Kemudian Pokmas Kampong Indah, Pokmas Kembang Jati, Pokmas Alam Sejahtera, Pokmas Tani Makmur, dan Pokmas Berkah Srikandi. Selain itu, KPK juga memeriksa pengurus masjid, mushalla, dan majelis taklim.
Penyitaan aset kembali dilakukan. Kali ini pada 15-22 Mei, KPK telah menyita empat bidang tanah dan bangunan di Jatim senilai Rp10 miliar yang lokasi di Probolinggo untuk satu bidang tanah dan bangunan, Banyuwangi satu bidang, dan Pasuruan dua bidang.
Keempat bidang tanah tersebut diduga diperoleh tersangka dari hasil tindak pidana korupsi tersebut. Tersangka diduga membeli tanah tersebut senilai Rp8 miliar dan masih diatasnamakan oleh pihak lain.
Penyidikan Berlanjut
Sebulan berselang, pada 16 Juni 2025 KPK menyita aset berupa satu bidang tanah dan bangunan senilai Rp3 miliar yang diduga sumber dananya berasal dari hasil tindak pidana korupsi pengurusan dana hibah pokmas.
KPK lalu menyita aset di Tuban berupa tiga bidang tanah yang diduga dibeli dari aliran dana tindak pidana korupsi, dan akan digunakan untuk lokasi penambangan pasir.
Selama 16-20 Juni 2025 KPK telah memanggil 35 saksi. Pemanggilan tersebut terdiri atas 9 saksi pada 16 Juni, 9 saksi 17 Juni, 7 saksi pada 18 Juni, 8 saksi pada 19 Juni, dan 2 saksi pada 20 Juni.
Kesembilan saksi yang diperiksa pada 16 Juni adalah AZ, FV, dan KR (swasta), pimpinan di salah satu perusahaan swasta, SF (Ketua Yayasan Harakah Annajah Surabaya), ADW (ASN di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi Jatim), pimpinan di salah satu finance di Surabaya, anggota DPRD Jatim MRF dan anggota DPRD Nganjuk BSR.
Lalu, 17 Juni masing-masing berinisial nama ALH, MA, dan SH (swasta), FSO (ibu rumah tangga), ADW (ASN di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi Jatim), pimpinan salah satu dealer mobil, NAV (karyawan dealer mobil), anggota DPRD Jatim Mohammad NSC, dan anggota DPRD Tuban Mohamad AC.
Pada 18 Juni tujuh saksi, yaitu JIS, RMD, dan DC (swasta), BW (staf Sekretariat Dewan Provinsi Jatim), AF alias AJ (ASN), MP (ibu rumah tangga), dan anggota DPRD Sampang AFH.
Berikutnya 19 Juni delapan saksi, yakni BW (staf Sekretariat Dewan Provinsi Jatim), WKS (notaris), pimpinan dealer AM, anggota DPRD Sampang AL, Ketua DPRD Jatim tahun 2019-2024 K, Sekretaris DPRD Jatim MAK, Kepala BPKAD Jatim SPN, dan Kepala Bidang Perbendaharaan BPKAD Jatim BDW.
Dan, pada 20 Juni yakni Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa beserta AM (Sekretaris DPW PKB Jatim). Khofifah akan dijadwal ulang pemeriksaannya karena di saat bersamaan mengajukan cuti menghadiri wisuda putra keduanya di Peking University di China.
Beberapa hari kemudian, tepatnya 23 Juni, anggota DPRD Sampang periode 2019-2024 FA didalami penyidik KPK mengenai dana hibah Jatim sebagai saksi.
KPK juga memeriksa sejumlah saksi lainnya, yakni dari pihak swasta bernama AA dan NA, serta ASN IP.
Pada hari sama, KPK memasang tanda penyitaan pada dua aset diduga milik tersangka AS di Banyuwangi dan Kabupaten Probolinggo.
Tak itu saja, pada 24 Juni juga dilakukan pemeriksaan kepada tujuh orang dari pihak swasta yang berstatus sebagai saksi. Masing-masing berinisial nama J, MBN, MF, M, CE, SA, dan SM.
Penyidik KPK juga memanggil anggota DPRD Bangkalan NH sebagai saksi di Kantor Perwakilan BPKP Jatim pada 25 Juni. Selain legislator itu, KPK memanggil dua orang dari pihak swasta berinisial MTK dan MR juga sebagai saksi.
Kembali KPK menyita empat aset terkait kasus tersebut yang kali ini dilakukan terhadap aset-aset diduga milik tersangka, yaitu satu unit tanah, dan satu unit tanah dan bangunan yang berlokasi di Kabupaten Pasuruan, satu unit apartemen yang bertempat di Kota Malang, serta satu unit rumah di Kabupaten Mojokerto pada 26 Juni.
Pada 26 Juni, KPK memeriksa anggota DPR RI AS sebagai saksi sekaligus didalami terkait alokasi dana hibah serta mekanisme penganggarannya.
Ia hadir di Kantor Perwakilan BPKP Jatim bersama empat orang saksi lainnya yakni mantan calon Bupati Bangkalan sekaligus mantan anggota DPRD Jatim MTR, dua orang pihak swasta bernama ABM dan FA, serta pengurus Kaconk Mahfud Institute.
Pada hari sama, KPK menyita satu unit rumah senilai Rp1,3 miliar di Surabaya. Penyidik juga telah memasang tanda penyitaan pada tiga aset tanah di Tuban, Jatim, yang rencananya dijadikan area penambangan pasir oleh salah seorang tersangka kasus korupsi dana hibah.
Meski sudah menetapkan sejumlah tambahan tersangka sejak Juli 2024, namun sampai saat ini KPK belum melakukan penahanan. Hanya Sahat dan tiga rekannya yang sudah menjalani hukuman pidana.
Perlu diketahui, dana hibah sejatinya legal dan sudah sesuai peraturan yang ada. Tujuannya pun sangat positif karena hasil akhirnya adalah untuk kesejahteraan masyarakat.
Namun, permasalahan muncul saat terjadi penyalahgunaan dana hibah. Jika cara penyaluran hingga penggunaannya dilakukan oleh orang yang berniat jahat maka masyarakat, dalam hal ini rakyat Jawa Timur, menjadi korbannya.
Menarik ditunggu, apakah tersangka lainnya mengalami nasib sama dengan tersangka awal, yaitu ditahan? Atau bahkan muncul tambahan tersangka baru? Tentu, KPK tidak lama lagi akan mengumumkannya. Kita tunggu saja. (*)