Diperiksa KPK di Kasus Hibah Pokir, Mathur Husyairi: Jangan Hanya Sentuh Legislatif, Eksekutif Juga

Blak-blakan Anggota DPRD Jatim 2019-2024, Ungkap Soal Hibah Gubernur

28 Juni 2025 05:53 28 Jun 2025 05:53

Thumbnail Diperiksa KPK di Kasus Hibah Pokir, Mathur Husyairi: Jangan Hanya Sentuh Legislatif, Eksekutif Juga
Mathur Husyairi, anggota DPRD Jatim periode 2019-2024 yang diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus Hibah Pokir. (Foto: Tudji / Ketik)

KETIK, SURABAYA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemanggilan dan pemeriksaan. Mereka adalah ABM dan FA statusnya dari swasta.

Dari kalangan legislatif, KPK menyasar Mathur Husyairi (MH), anggota DPRD Jatim periode 2019-2024 yang turut diperiksa sebagai saksi.

Pemeriksaan dimulai pukul 10.00 WIB, bertempat di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim, di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, Kamis 26 Juni 2025.

Ditemui usai pemeriksaan, Mathur blak-blakan membeber semua kesaksian yang disampaikan kepada penyidik KPK. Dia menyebut sekitar sembilan pertanyaan dilontarkan penyidik terkait Dana Hibah Pokok Pokok Pikiran (Pokir) yang digelontorkan dari APBD Pemprov Jatim. 

Ia juga menyinggung soal Hibah Gubernur (HG) yang sejauh ini belum disentuh oleh penyelidik KPK. Berikut kutipan wawancara Ketik dengan Mathur Husyairi seusai dimintai keterangan oleh KPK sebagai saksi. 

Ketik : Mas Mathur, diperiksa sebagai apa?

Mathur : Sesuai dengan surat panggilan KPK, saya dipanggil sebagai saksi atas tiga kelompok. Kelompoknya Anwar Sadad, kelompok Mahud kemudian ada Abdul Muthalib CS yang semuanya, ketiga kelompok ini bermuara ke Anwar Sadad.

Ketik : Berapa pertanyaan ?

Mathur : Ada sekitar sembilan pertanyaan. Awalnya pertanyaan datar, ditanya apakah kenal dengan nama-nama yang sudah menjadi tersangka ataupun tidak. Saya jelaskan, dengan Anwar Sadad kenal baik, karena kakak kelas saya dulu di IAIN (sekarang UINSA, Universitas Islam Negeri Surabaya). 

Dengan Mahud, saya sampaikan juga kenal karena satu liting, dengan yang lain saya sampaikan sebagian kenal sebagian tidak kenal dari sekian para tersangka itu.

Ketik : Apa yang digali oleh penyidik KPK?

Mathur : Pertama, mekanisme dan pagu-pagu anggaran Dana Hibah di Pemprov Jatim. Saya sampaikan berurutan sesuai yang saya alami. Bahwa penganggaran Dana Hibah ini dilakukan bersama antara eksekutif dan legislatif, diwakili oleh TAPD, yang representasi dari seorang Kepala Daerah atau Pemprov Jatim, yakni kepala daerah atau gubernur, yang diketuai Sekdaprov Jatim.

Di ruang penyidik, saya sampaikan bahwa anggaran Dana Hibah dari angka enam, tujuh, bahkan pernah di angka sembilan triliun itu hasil dari pembahasan antara eksekutif dan legislatif. 

Berapa jumlahnya?, Saya sampaikan bahwa untuk APBD di tahun 2020, untuk Hibah atau Pokir (yang pengajuan dari pokmas-pokmas itu) mulai di angka 10, maksimal sampai 14 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). 

Jadi, jika di PAD kita 20 triliun, berarti di dewan (DPRD Jatim) itu Rp 2 triliun, kalau sampai 14 persen, berarti bisa sampai Rp 2,8 triliun, itu paling tinggi. Nah, kalau anggaran Dana Hibah (Pokir) ini dalam satu tahun mencapai Rp 7 triliun, berarti  2,4 di pagunya teman-teman legislatif, kemudian 4,2 nya di Eksekutif dan OPD terkait yang turut menyalurkan Dana Hibah. 

Ketik : Bagaimana dengan komposisi itu?

Mathur : Ini, sebenarnya porsi yang tidak berimbang. Kalau teman-teman di dewan itu nilainya dua koma sekian triliun, itu kan dibagi 120 anggota (jumlah anggota DPRD Jatim). 

Saya juga menyampaikan, dengan sangat detail berapa pagu yang diberikan kepada anggota. Saya normal menyampaikan, masing-masing anggota di angka Rp 8 miliar, dan ketika anggota itu aktif dan menjabat di Alat Pelengkapan Dewan (APD), maka ada tambahan-tambahan lain yang diperoleh. Katakanlah di Bamus, Badan Legislatif, atau di Badan Kehormatan. Nah, yang banyak ini ketika kita ada di Banggar (Badan Anggaran), tambahannya separuh dari Pagu yang ada, kalau Rp 8 miliar ditambah Rp 4 miliar lagi menjadi Rp 12 miliar. 

Ada komisi yang menjadi pencari PAD, itu teman-teman di Komisi C juga ada tambahan lain. Cuman, dari sekian yang saya sampaikan itu porsinya tetap 10 persen dari PAD atau maksimal 14 persen, dan sisanya itu ada di ruangnya eksekutif.

Maka, (kepada penyidik) saya juga memberikan masukan, di keterangan yang perlu ditambahkan itu. Selayaknya teman-teman penyidik atau KPK mendalami juga di 'ruang sebelah' eksekutif / Gubernur itu juga mengelola Nada Hibah. Wujudnya apa? Saya pikir tidak jauh beda karena Dana Hibah itu diberikan kepada penerima berbadan hukum, yayasan, pesantren, juga ke institusi pemerintah yang vertikal. Termasuk, skema Dana BOS itu masuk Dana Hibah. Selebihnya, yang Pokmas-Pokmas itu selain ada di dewan juga ada di eksekutif.

Nah, sejak Gubernur Khofifah inilah, ada istilah Hibah Gubernur (HG) itu. Bisa dilihat dibeberapa kesempatan saat Ibu Gubernur Jatim meresmikan bangunan, baik itu pesantren, yayasan atau sekolah beliau menyebutkan itu Hibah Gubernur. 

Saya menyampaikan itu agar berimbang. Karena, ketika KPK melakukan penyelidikan dan penyidikan apalagi sudah ada 21 tersangka. Maka, porsi HG itu juga saya singgung. Karena, soal ini harus ada konsep keadilan. Karena kita (eksekutif dan legislatif) itu satu kesatuan di Pemerintah Provinsi Jatim. Bahwa, di Pemprov Jatim ini ada Eksekutif dan Legislatif.

Tidak bisa anggaran itu disetujui hanya oleh satu pihak, penekanannya disana. KPK juga harus masuk ke Eksekutif, karena porsinya juga lebih banyak di situ. Kemana saja disalurkan, siapa saja penerimanya, modus operandinya bagaimana. Saya sampaikan (ke penyidik), modusnya juga tidak jauh beda. Di lapangan, penerima Hibah Pokir itu juga memainkan ijon, istilah cashback, atau komitmen fee dan sebagainya. Intinya, modusnya sama kalau itu untuk belanja Hibah. (*)

Tombol Google News

Tags:

Mathur Husyairi Hibah Pokir Pemprov Jatim DPRD Jatim Gubernur Jatim KPK BPKP Jatim