Kelor Melimpah, Ide Brilian Tercipta; KKN UINSA Kembangkan Produk Unggulan Warga Klatak

8 Agustus 2025 17:33 8 Agt 2025 17:33

Thumbnail Kelor Melimpah, Ide Brilian Tercipta; KKN UINSA Kembangkan Produk Unggulan Warga Klatak
Mahasiswa KKN160 dan Warga Klatakan, Kelurahan Klatak, Banyuwangi. (Dok KKN UINSA)

KETIK, SURABAYA – Berangkat dari obrolan ringan dengan warga, mahasiswa KKN Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) 160 berhasil mengubah potensi lokal menjadi inovasi luar biasa.

Bertempat di Kelurahan Klatak, Banyuwangi, tim KKN menciptakan produk minuman herbal berbahan dasar kelor yang melimpah di sekitar wilayah tersebut. Produk ini kemudian dinamai KELOSEJI (Kelor, Sereh, Jahe Siap Saji) dan diharapkan mampu menjadi cikal bakal usaha mikro warga setempat.

Awalnya, tim mahasiswa yang turun ke lokasi sempat kebingungan dalam menentukan program kerja yang tepat, khususnya untuk bidang pemberdayaan UMKM. Hingga akhirnya, pertemuan dengan Bu Rita dan Bu Sri warga setempat dan juga Ketua PKK RW 2 Klatakan—menjadi titik terang.

“Kalau di sini itu kelor banyak banget, Mas, Mbak. Tapi paling mentok ya cuma buat sayur bening. Bisa nggak sih diolah jadi yang lain?” begitu kira-kira pertanyaan sederhana yang disampaikan Bu Rita. Namun, dari sanalah lahir ide besar.

Tim KKN langsung bergerak. Sebelum mencoba memproduksi, mereka terlebih dahulu melakukan riset dari berbagai sumber dan artikel ilmiah. Tujuannya satu: agar pengolahan kelor tetap menjaga kandungan gizinya dan menghasilkan produk yang tidak asal-asalan. Hal ini juga menjadi bentuk tanggung jawab ilmiah mahasiswa sebagai bagian dari pengabdian masyarakat.

Proses produksi dimulai dengan pengumpulan daun kelor secara manual. Tak jarang mereka harus menyusuri kebun dan semak-semak yang membuat kaki gatal-gatal karena brasak-brusuk demi mencari kelor terbaik. Setelah itu, daun kelor dipisahkan dari batangnya, dicuci bersih, lalu dikeringkan secara alami untuk mempertahankan nutrisinya.

 

Foto Produk KELOSEJIProduk KELOSEJI. (Istimewa/ Dok UINSA) 

 

Rencana awal adalah membuat bubuk kelor murni tanpa campuran apapun, sebagai produk herbal siap seduh. Namun, tantangan segera muncul. Daun kelor yang sudah dikeringkan dan dihaluskan justru mengeluarkan aroma langu yang menyengat dan tidak ramah di hidung. Ini menjadi salah satu kendala utama.

Tak menyerah, tim melakukan serangkaian eksperimen tambahan. Mereka mencoba menambahkan sereh untuk memberikan aroma segar, namun hasilnya belum cukup memuaskan. Bau langu masih terasa.

Lalu dicobalah menambahkan jahe sebagai bahan pendamping. Ternyata, kombinasi antara sereh dan jahe tidak hanya menetralkan bau langu, tapi juga menciptakan sensasi rasa hangat dan khas yang menyatu dengan rasa kelor. Ini menjadi titik balik penting dalam proses pengembangan produk.

Komposisi pun akhirnya ditetapkan setelah uji coba berulang: 50 gram daun kelor, 300 gram gula, 250 gram jahe, dan 4 batang sereh yang menghasilkan 300 gram bubuk.

Tak hanya memperhatikan rasa dan aroma, tim juga memastikan bahwa setiap bahan yang digunakan memiliki khasiat kesehatan yang saling mendukung.

Meski demikian, warga tetap penasaran. Seorang ibu sempat bertanya, “Apa khasiatnya tidak ketutup sama jahe? Dan itu gulanya kok banyak banget, nanti kemanisan?” Pertanyaan tersebut dijawab dengan tenang oleh tim.

“Tentu tidak, Bu. Justru jahe dan kelor saling melengkapi dalam manfaat. Kandungan antioksidan dan antiinflamasi dari keduanya tetap bekerja. Sedangkan gula bukan hanya pemanis, tapi juga berfungsi penting dalam proses pengkristalan. Lagipula, untuk penyajian cukup 1–2 sendok teh saja per gelas air hangat,"ujar Alfi, salah satu anggota tim.

Proses selanjutnya adalah ekstraksi sari dari campuran bahan, yang direbus dengan api kecil selama kurang lebih dua jam sambil terus diaduk agar merata.

Saat sudah mencapai fase kristalisasi, bahan tersebut lalu didinginkan dan dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi bubuk halus siap saji. Hasil akhirnya adalah bubuk minuman herbal beraroma khas, mudah larut dalam air panas, dan siap dinikmati kapan saja.

 

Foto Praktek Langsung Pembuatan KELOSEJI Bersama Warga KlatakanPraktek Langsung Pembuatan KELOSEJI Bersama Warga Klatakan.  (Istimewa/ Dok UINSA) 

 

Produk ini kemudian diberi nama KELOSEJI, singkatan dari “Kelor, Sereh, Jahe Siap Saji”. Nama ini tidak hanya menggambarkan bahan utamanya, tapi juga membawa identitas khas daerah Klatak yang kaya akan sumber daya alami dan kearifan lokal.

Kehadiran KELOSEJI disambut positif oleh warga. Banyak dari mereka yang antusias, bahkan mulai bertanya bagaimana cara membuatnya sendiri. Beberapa di antaranya juga menunjukkan minat untuk menjadikannya produk UMKM berkelanjutan. Tim KKN pun tidak hanya berhenti sampai produksi. Mereka juga mengadakan praktek langsung, dan resep pembuatannya untuk pengolahan KELOSEJI, agar dapat direplikasi dengan mudah oleh masyarakat.

“Kami tidak ingin inovasi ini berakhir saat masa KKN selesai. Harapannya, warga bisa melanjutkan produksi dan menjadikannya peluang usaha baru berbasis potensi lokal,” tutur Alfi. 

Melalui produk ini, mahasiswa KKN UINSA 160 tidak hanya menyelesaikan program kerja, tetapi juga memberikan warisan ilmu dan inovasi yang nyata untuk masyarakat. Kelor yang dulunya hanya dianggap sebagai bahan sayur biasa, kini bertransformasi menjadi produk bernilai jual dan kesehatan. (*) 

Tombol Google News

Tags:

Tumbuhan Kelor Minuman Herbal KKN UINSA Surabaya Uinsa Universitas IsIam Negeri Sunan Ampel