KETIK, TULUNGAGUNG – Pemalsuan atau penyalahgunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dapat dijerat oleh Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Itu jika tindakan tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara atau terjadi dalam konteks penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara.
Berikut pemahamannya yang disampaikan Heri Sunoto,SH.,MH dari Jayabaya Law Office.
Dasar Hukum Penjeratan
Meskipun tindak pidana pemalsuan surat pada umumnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penggunaan SKTM palsu untuk mendapatkan fasilitas atau bantuan dari pemerintah dapat masuk dalam ranah korupsi jika memenuhi unsur-unsur dalam UU.
Tipikor:
- Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Menjerat setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara.
- Pasal 3 UU Tipikor: Menjerat setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Mekanisme Keterkaitan
Penyalahgunaan SKTM sering kali berkaitan dengan program pemerintah yang menggunakan dana negara, seperti bantuan biaya pendidikan (beasiswa), keringanan biaya kesehatan, atau bantuan sosial lainnya.
Kerugian Negara
Jika seseorang yang mampu secara ekonomi menggunakan SKTM palsu untuk memperoleh bantuan, ia telah menyebabkan kerugian pada alokasi dana negara yang seharusnya diberikan kepada yang berhak. Hal ini memenuhi unsur "merugikan keuangan negara" dalam UU Tipikor.
Penyalahgunaan Wewenang (jika melibatkan pejabat)
Jika pemalsuan SKTM melibatkan oknum pejabat atau pegawai negeri yang berwenang menerbitkan surat tersebut, oknum tersebut dapat dijerat dengan pasal penyalahgunaan wewenang dalam UU Tipikor.
Jerat Pidana Lainnya
Selain UU Tipikor, pelaku pemalsuan SKTM juga dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam KUHP, khususnya:
- Pasal 263 KUHP: Tentang pemalsuan surat, yang berbunyi:
1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian, diancam karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
2. Diancam pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah benar dan tidak palsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Jadi, penyalahgunaan SKTM dapat dikategorikan perbuatan melanggar hukum serius yang bisa dikenai sanksi pidana berdasarkan KUHP dan berpotensi dijerat UU Tipikor, tergantung pada konteks kerugian negara yang ditimbulkan. (*)
