KETIK, SURABAYA – Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur meminta sekolah memanfaatkan lahan kosong menjadi tempat produktif melalui program School Food Care (SFC) untuk memperkuat ketahanan pangan di lingkungan sekolah.
“Kalau lahannya luas tapi dibiarkan menganggur, itu sangat disayangkan. Karena pada program SFC ini ada laboratorium alamnya. Hasil pertanian, perkebunan atau ternak ikan bisa dibagikan ke guru dan murid untuk perbaikan gizi. Termasuk bisa juga dijual ke masyarakat sekitar,” ucap Kepala Dnas Pendidikan Jatim Aries Agung Paewai, Selasa, 26 Agustus 2025.
Ia menilai pendidikan tidak hanya sebatas teori di ruang kelas, namun juga harus menyentuh praktik langsung. Sehingga program SFC hadir sebagai jembatan antara kurikulum dan realitas.
"Jadi guru mata pelajaran seperti biologi, kimia, hingga geografi, bisa langsung mengaitkan pembelajaran dengan kegiatan di lapangan melalui program ini," ujar mantan Kepala Biro Adpim Setdapov Jatim tersebut.
Aries menjelaskan program tersebut tidak sekadar bercocok tanam, namun mengajarkan murid tentang nilai produktivitas, tanggung jawab dan wirausaha.
Dengan program ini, kata dia, murid dapat mengembangkan keterampilan praktis yang bisa mereka lanjutkan setelah lulus, terutama bagi yang memilih tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
“Pendidikan di sekolah harus melampaui ruang kelas. Kita ingin murid punya semangat entrepreneur, dan sektor pertanian adalah salah satu ruang besar untuk itu,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya peran kepala sekolah dalam menciptakan iklim yang mendukung leadership atau kepemimpinan visioner serta kolaboratif. Menurut dia, ini menjadi kunci agar seluruh elemen di sekolah dari guru hingga murid ikut bergerak dalam membangun mutu bekualitas.
“Kalau pemimpinnya punya visi besar, pasti seluruh jajaran di bawahnya akan tergerak. Ini soal semangat dan kemauan untuk mengembangkan sekolah secara produktif,” tambahnya.
Program SFC menjadi bukti bahwa sekolah bukan hanya tempat transfer ilmu, tetapi juga ruang tumbuhnya nilai-nilai ketahanan pangan, kemandirian, dan kreativitas.
"Dengan semangat gotong royong dan visi kuat, sekolah dapat menjadi agen perubahan bukan hanya dalam dunia pendidikan, tapi juga untuk masa depan pangan bangsa," tutur Aries Agung. (*)